Kamis, 29 September 2016

Apa itu Sehat?



Menurut World Health Organization, sehat berarti sehat badan, jiwa, dan kehidupannya.


1. Orang sehat tinggal di penjara maka tidak dapat disebut sehat karena jiwanya sakit, moralnya sakit.
2. Orang yang tinggal di kolong jembatan sosialnya sakit.

Pernyataan diatas adalah kutipan dari buku perpustakaan yang pernah saya baca pada tahun 2015 silam, saya lupa nama penulisnya dan halamannya karena hanya itu saja yang saya tulis di buku catatan saya. (Terima kasih atas pencerahannya penulis buku berjudul “Kesehatan Masyarakat”)

Nah, dari kutipan diatas, menarik untuk dibahas. Kenapa menarik? Ternyata definisi sehat menurut WHO berkaitan dengan aspek moral, sosial, dan ekonomi tentunya. 

Yang pertama “Orang yang di penjara tidak bisa dikatakan sehat karena moralnya sakit.” Ini berkaitan dengan aspek moral serta adab perilaku dalam kehidupan sehari – hari. Penting sekali memahami keterkaitan ini. 

Biasanya orang yang di penjara itu karena melakukan kejahatan bukan? Nah, definisi sehat dari WHO, bisa mengingatkan kita agar tetap menjadi manusia yang baik, manusia yang memahami makna sehat yang sebenarnya. Manusia yang senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela.

Yang kedua “Orang yang tinggal di kolong jembatan, sosialnya sakit.” Dari sini kita bisa telaah dari aspek kesehatan, sosial, dan ekonomi. Orang – orang yang tinggal di kolong jembatan belum memiliki kemampuan dana yang memadai untuk tinggal di rumah baik secara sewa, kontrak atau kepemilikan sendiri. Hal ini tentu saja disebabkan oleh permasalahan ekonomi yang mereka alami. Apa yang terjadi jika mereka tinggal di kolong jembatan? Tentunya mereka memiliki standar kesehatan yang tidak baik, dan keadaan sosial yang tidak baik.

Saya pernah melewati sebuah kolong jembatan, disana cukup banyak orang – orang yang tinggal. Ada anak – anak bermain, orang dewasa dan sebagainya. Saya juga melihat pemandangan yang ironis. Melihat cucian pakaian mereka yang dijemur diberbagai tempat. Saya bergumam dalam hati “Orang – orang yang tinggal di kolong jembatan kalau mandi kemana ya? Kalau tidur bagaimana? Kalau belajar bagaimana? Kalau masak dimana?” Dan banyak pertanyaan – pertanyaan lainnya.

Dengan kehidupan yang demikian, tentunya mereka tidak bisa dikatakan sehat.

Definisi sehat menurut WHO, sangat membuka pikiran saya. Dulu, saya pikir kesehatan hanya terkait dengan tubuh saja. Namun, definisi sehat ternyata bukan hanya itu.
Beruntunglah bagi kita yang benar – benar sehat, baik secara jasmani, rohani, moral. ekonomi dan sebagainya.

Penting sekali untuk bekerjasama antar pihak untuk mewujudkan masyarakat yang sehat.

Yuk saling mengingatkan untuk menjaga kesehatan dan mewujudkan arti sehat yang sesungguhnya :)

Semangat Sehat! Sehat Penuh Semangat! 
Slogan Kesehatan dari Novelia Dwi Lestari, di pelajaran Bahasa Indonesia dua tahun silam :) 

 

Sabtu, 24 September 2016

Kita Ini Siapa?



Assalamu’alaikum!

Hamba Allah. Kita ini hamba Allah ya? Iya. Allah yang menciptakan kita ya? Iya. Ada cerita menarik dibalik pertanyaan saya. Ini soal nazar. Saya belum tau banyak ya soal nazar, jadi maaf apabila ada kesalahan dalam kepenulisan ^^. Jadi, waktu saya masih SMA kayaknya, saya pernah ikut kajian Ustadz Felix Siaw. Beliau memberikan perenungan soal nazar. Banyak diantara kita yang kalau nazar tuh kesannya “mengancam” Allah. Contohnya?. Contohnya begini “Ya Allah, kalau saya punya pesawat jet pas bulan depan, saya bakal shalat lima waktu.” Aneh gak sih dibacanya? Aneh kan?. Kita yang minta sama Allah, tapi kita  yang “galak”. Saya jadi ingat nazar konyol saya waktu duluuuu sekali. Saya nazar kurang lebih gini “Ya Allah kalau saya dapat nilai bagus, saya bakal baca Al – Qur’an 2 lembar.” Lucu kan ya?. Kajian dari Ustadz Felix Siaw membuka pikiran saya soal nazar. Saya seperti di “sentil” soal definisi nazar yang selama ini saya pahami. Saya teringat soal nazar saya yang konyol itu. Bayangin aja, kalau dapat nilai bagus, saya baru baca Al – Qur’an, 2 lembar pula, Vel, Vel -______- Astaghfirullah :’) terus kalau nilai saya nggak bagus, saya gak jadi baca Al – Qur’an gitu? Udah 2 lembar doang, kagak jadi lagi kalau misalnya nilai gak bagus. Padahal di luar sana ada orang – orang yang baca Al – Qur’an lebih dari 2 lembar, bahkan berjuz-juz dan gak minta yang aneh – aneh kayak saya :”).

Contoh diatas lagi. Kalau punya pesawat jet, baru shalat lima waktu?. Halloooooo, emangnya kalau kita gak shalat, Allah rugi? Ya tentu jawabannya enggak. Justru kita yang rugi, masak gara – gara keinginan gak tercapai kita jadi gak mau shalat dan melakukan hal yang mendatangkan pahala? Sayang banget kan?. Nah ini menarik untuk dibahas. Misalnya, kita sekolah nih, peraturan sekolah bilang kalau kita telat, kita dihukum. Terus kalau kita telat, siapa yang rugi? Tentu kita yang rugi, karena kita harus dihukum. Terus misalnya kita bilang gini “Saya gak bakal telat kalau saya jadi juara kelas.” Aneh gak? Aneh. Karena, mau kita telat kek enggak kek, itu tidak akan merugikan pihak Sekolah, karena sekolah telah membuat peraturan yang harus ditaati. Ya, begitulah kira – kira.

Lalu, bagaimana cara bernazar yang benar?. Caranya, sebelum kita menuntut sesuatu, kita harus melaksanakan kewajiban. Kita shalat, ngaji, dan lain – lain, tapi niatnya untuk Allah. Baru deh berserah diri. Kalau keinginan kita tercapai ya Alhamdulillah, kalau nggak ya Alhamdulillah juga karena dapat pembelajaran dan hikmah. Kalau kata Ustadz Yusuf Mansur, semuanya mesti dibawa sujud. Mau ini, itu, minta ke Allah dengan cara “sujud”. Kita ini hanya seorang hamba. Kita yang butuh Allah, bukan Allah yang butuh kita. Semoga kita bisa jadi hamba Allah yang berusaha selalu taat. Aamiin.

NB ; Terima kasih Ustadz Felix Siaw atas ceramahnya yang sudah menyadarkan saya. Terima kasih juga buat Ustadz Yusuf Mansur atas pembelajarannya.

Seolah Lupa



Assalamu'alaikum

Sebuah renungan di hari ini dan di hari yang telah dilalui. Kami hanyalah manusia yang diberi nyawa oleh-Nya. Dilahirkan dari rahim seorang Ibu, dan dicintai pula oleh seorang Ayah. Mencoba hidup di dunia dengan segala problemanya, menemui teman - teman yang menjatuhkan atau membangkitkan. Menjalani kehidupan dengan senyum pun duka.

Namun......

Manusia seolah lupa bahwa tidak semua hal adalah kegelapan, tidak semua hal adalah ketidakadilan, tidak semua hal adalah kerugian.

Manusia seolah lupa bahwa tidak selamanya perpisahan adalah sebuah akhir. Bahkan perpisahan adalah hal yang menguatkan rindu antara satu sama lain. Tidak selamanya juga pertemuan selalu menjadi hal yang pertama, boleh jadi itu adalah pertemuan yang terakhir kalinya.

Banyak manusia yang dipertemukan dengan sahabatnya di dunia ini, namun seolah mereka lupa caranya menyayangi. Manusia selalu mengingat keburukan manusia lainnya dan seolah lupa bahwa dirinya mempunyai keburukan pula.

Dipertemukan dalam suatu perkumpulan, menjalani hari bersama dengan setumpuk program, menjalani rutinitas sebagai siswa, mahasiswa dan bahkan manusia yang masih belajar. Namun, manusia sekali lagi suka mengeluh mengatakan ini tidak mudah dan sebagainya. Mereka seolah lupa bahwa sesudah masa itu berakhir, mereka akan merindukan masa - masa yang dikeluhkannya dahulu. Manusia juga seolah lupa, bahwa tantangan demi tantangan justru akan menguatkan mereka.

Itulah manusia yang seolah lupa, sampai - sampai mereka lupa menjaga kesucian diri dan jiwa dengan fitrahnya. Fitrah untuk mencintai, menyayangi dan sebagainya. Banyak sekali manusia yang mudah membuat "janji" tanpa sebuah bukti dan wali juga saksi. Ketika mereka membuat "janji" antara lawan jenis, mereka juga mudah memutuskannya, layaknya sebuah layangan yang telah terbang dan mereka gunting begitu saja benangnya.

Manusia seolah lupa bahwa tidak selamanya ia hidup, ada sedetik demi sedetik kematian yang akan memanggilnya. Manusia seolah lupa untuk apa ia hidup? padahal tugasnya menjadi khalifah di bumi. Manusia seolah lupa akan apa yang dimilikinya sekarang, jika sukses dan terkenal mereka merasa itu adalah jerih payahnya, tanpa mengingat air mata yang mengalir di setiap doa ketika mereka bersujud dengan Rabb-Nya. Meminta dikaruniai ini dan itu, namun ketika sudah dapat, mereka seolah lupa siapa yang memberi semua itu..

Manusia seolah lupa bahwa bahagia sangat sederhana, sesederhana berbagi sebuah senyuman. Entah, manusia memang sering lupa bahwa ia akan kembali pada-Nya.

Mungkin butuh keheningan dan kesunyian malam untuk mengenal siapa dirinya. Di ruang yang senyap, sunyi, hanyalah ia dan Rabbnya. Sejatinya, Allah yang selalu membahagiakan hamba-Nya. Allah yang memberi cobaan namun Allah tidak akan memberi cobaan melebihi batas kemampuan. Allah menguji manusia agar manusia menjadi hamba-Nya yang tangguh. Manusia seolah lupa bahwa Allah tidak melihat mereka dari wajah,kekayaan dan hal dunia lainnya. Allah hanya melihat taqwa hamba-Nya. Maka, jika ingin dekat dengan Rabbnya, bertaqwalah.

Dan manusia harus ingat bahwa, Allah selalu dekat dengan hamba-Nya.

Wassalamu'alaikum

NB : Ini tulisan saya yang sudah cukup lama. Saya post pertama kali tanggal 03 Mei 2014 di jejaring sosial. Setelah membacanya lagi, well hmmm ya, saya merasa lupa T,T Tulisan ini ditulis untuk mengingatkan diri saya pribadi sebenarnya dan untuk menasihati diri sendiri pula.