Senin, 03 Oktober 2022

Sejatinya, Hidup adalah Penerimaan

 

Assalamu’alaikum teman-teman, semoga dalam keadaan sehat aamiin.

Hidup adalah penerimaan. Sebuah kalimat yang kuartikan ke diri sendiri setelah hampir 26 hidup di dunia. Dengan segala sesuatu yang pernah kita alami dalam hidup, bukankah ujung-ujungnya kita menerima? Walau mungkin ada hal yang kita terima dengan “terpaksa” tapi kita tetap terima. Tetap menjalani cerita kehidupan yang endingnya kita harapkan baik. Dari kita lahir sampai saat ini, tentu problematika kehidupan itu pasti ada aja wkwkkw. Kalau dipikir-pikir dan dirasa-rasa, hidup di dunia memang melelahkan. Aku pernah mendengar cuplikan kajian ustadz Adi Hidayat, diceramahnya, beliau bilang “kalau kamu sedang capek, kamu sedang ada musibah, kamu sedang lelah, sabar. Nanti kalau sudah “pulang” semuanya akan hilang. Memang dunia itu tempat capek karena memang tempat beramal. Shalat di dunia, kerja di dunia, puasa di dunia, baca Qur’an di dunia. Kenapa kita kerjakan? Supaya cari bekal untuk pulang ke akhirat. Nanti kata Allah, kalau sudah “pulang” semuanya akan hilang.” Jadi semisal diri kita sedang merasa capek, itu manusiawi.

Dalam hidup yang fana ini, kita pasti diuji. Dalam QS Al-Ankabut ayat 2, Allah SWT berfirman “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?”. Kalau kata guruku dulu, untuk naik kelas saja, kita perlu ujian untuk mengetahui kita pantas ga naik kelas?. Begitupula dengan hidup, ujian itu bisa membuat diri kita “naik kelas”, lebih sabar, lebih bisa menerima. Ya, walaupun saat mendapat ujian, kita merasa sedih, dan air mata menjadi teman akrab kala itu, tapi karena ujian juga mendekatkan diri kita ke Allah.

Kalau aku lagi mengalami ujian hidup, biasanya aku cerita ke teman, dengerin ceramah, nangis, tapi cerita ke Allah itu nangisnya lebih dahsyat lagi guys, karena cuma Allah yang bisa bantu kita. Dalam hidup, kita memang harus memilih teman yang mengingatkan kebaikan, yang jawabannya menentramkan jiwa, yang membuat kita sadar kalau ujian yang kita alami, InsyaAllah akan ada hikmahnya. “Mungkin Allah kangen sama doa-doa kita, mungkin kalau gak dikasih ujian, nanti kita lupa sama Allah” semacam itu lah kata-kata yang kudapatkan dari teman dan dari ceramah-ceramah yang ku tonton.

Kadang, untuk menghibur diri soal perkara dunia, aku cuma bilang ke diriku, “Nanti Allah bantu, sabar. Kabar baiknya, ini cuma dunia.” Kabar baiknya ini cuma dunia, salah satu kata-kata menentramkan jiwa. Dunia itu fana, akan berakhir. Kita ga akan alami kesedihan, capek dan perasaan-perasaan ga enak lainnya kalau InsyaAllah kita masuk surga. Kalau amit-amit masuk neraka ya wassalam, lebih capek dari dunia. Maka dari itu, semoga kita semua meninggal dalam keadaan husnul khatimah aamiin.

Hidup adalah penerimaan. Menerima apapun yang ada dalam hidup, dalam diri kita. Ada orang yang cerita hidupnya menurut kita lebih enak, tapi gaada yang tahu juga jadi dia enak atau engga. Aku pernah banding-bandingin hidup sama orang lain, terus temenku bilang gini “gw malah pengen jadi lu vel”. Mendengar hal itu aku bingung, kayak “lah kenapa mau jadi gw?” wkkwkwk. Tapi, banding-bandingin hidup kita sama orang lain itu toxic guys, kalau bisa jangan, karena seperti penderitaan tiada ujung, hilangnya rasa syukur dan hal-hal negatif lainnya. Astaghfirullahal’adzim.

Mungkin kita pernah mikir gini, enak ya jadi dia bisa kerja di perusahaan X, enak ya jadi dia bisa punya usaha sendiri, enak ya jadi dia terlahir dengan kondisi yang mudah, enak ya jadi dia….. enak ya jadi dia…. Dengan asumsi “enak” menurut kita. Padahal belum tentu juga jadi mereka enak. Aku pernah baca sebuah quotes kalau di hidup ini tuh gaada satu pun manusia yang baik-baik saja, mereka pasti sedang melalui masalahnya masing-masing. Jadi, membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain, itu toxic banget, dan kita merasa bahwa kita gaada valuenya. Padahal Allah sudah menciptakan kita dengan kelebihan dan kekurangan masing – masing. Rumput tetangga memang selalu lebih hijau, tapi dimata tetangga, rumput kita juga sangat hijau WKWKWKKWK.

Back to topic, hidup adalah penerimaan.

Di umur yang mau menginjak 26 tahun ini, jadi lebih bisa nerima. Menerima kalau gak wujudin cita-cita jadi dokter, menerima kalau jadi ahli gizi pun gak tercapai, menerima kalau kerja jadi petugas Kesehatan gak terwujud, menerima harus nunda kuliah 2 tahun, menerima segala kegagalan dalam hidup, menerima keputusan yang diambil. Kalau dibilang sedih, ya sedih (manusiawi). Padahal dulu ingin banget jadi dokter, setelah tau jadi dokter mahal dan kuliahnya lama dan hamba ga sanggup menjalaninya dan beralih ingin jadi ahli gizi (cita-cita SMA waktu nemuin buku soal ilmu gizi), udah kebayang oh nanti kuliah ilmu gizi, nanti kerja di BPOM atau kementrian Kesehatan atau kerja di rumah sakit, nyatanya engga guys wkwkwk. Awalnya berandai akan jadi Novelia Dwi Lestari, S.Gz (Sarjana gizi) eh jadinya Novelia Dwi Lestari, S.M (Sarjana Manajemen) sangat jauh bukan wkwkkwk dari IPA ke ruang lingkup IPS. Ya itulah hidup.

Dulu nih, aku pernah iri sama orang-orang yang kuliahnya dibayarin orang tua, kayak enak ya kuliah tinggal kuliah, gak mikirin biayanya, dan teman-teman seperjuangan tuh kayak ngasih semangat kayak, it’s oke vel ganapa, jadi mandiri, jadi lebih kuat wkwkkwkwk. Pagi kerja, malam kuliah, moga ga tipus (kata temen seperjuanganku dulu). Setelah dilalui 4 tahun (2017-2021), ada rasa bahagia dan berterima kasih sama diri sendiri, makasih sudah sabar, sudah kuat, sudah mau menjalani sampai akhir :’). Kuliah sambil kerja tuh ngefek banget dalam hidupku, karena ngajarin kemandirian, tanggung jawab, dan lain sebagainya. Walau kadang nih, saat diskusi sama teman seperjuangan “eh kenapa ya orang-orang yang kuliah doang dapet kerjanya lebih enak dari kita?” Ibarat aku dan teman-teman sudah setengah modyarrr (mati) kuliah sambil kerja, pas cari kerja susah juga wkwkwkkwk. Yah tapi persoalan cari mencari kerja memang sulit, hanya bisa ikhtiar, doa dan pasrah dan yakin Allah pasti kasih.

Allah Maha Baik, Allah Maha Memberi Rezeki, hal yang tidak kita ucapkan, Allah sudah tahu. Apa yang kita rasain, Allah juga tau. Allah tidak pernah membebani hamba-Nya diluar batas kemampuan, jadi tetap semangat menjalani kehidupan yang fana ini. Senantiasa menerima hal-hal yang terjadi, yang mungkin menurut kita gak oke, tapi yaa kita harus menerima. Menerima setiap kegagalan, menerima penolakan dan lain sebagainya. Kelak, kita akan tau kenapa kita gagal, kenapa kita ditolak, kenapa kita tidak meraih apa yang kita cita-citakan. Aku gatau semisal kuliah ilmu gizi, apa aku bisa jadi pribadi seperti saat ini?. Aku pernah nolak salah satu perusahaan bagus saat masih kuliah, karena jaraknya jauh dari lokasi kerja ke kampus dan waktu itu aku sudah keterima di perusahaan lainnya. Kalau diinget waktu itu, habis tutup telpon menolak untuk lanjut tahap medical check up, aku nangis, karena salah satu perusahaan bagus banget yang pernah ku kunjungi saat interview, dan sedihnya lagi, tau-tau di perusahaan yang aku bela-belain tetap disitu malah aku cuma sementara wkwkwk tapi Allah langsung ganti dengan perusahaan yang membuatku bisa lulus kuliah dengan tepat waktu, dengan teman-teman yang baik.

Hidup adalah penerimaan, menerima apapun yang terjadi dalam kehidupan, dan berupaya memperbaiki agar lebih baik. Allah juga menerimamu sebagai hamba-Nya, menerima ibadahmu yang begitu-begitu saja, yang masih memikirkan dunia disaat shalat yang jauh dari kata khusyu’, Allah menerima segala taubat, maka kembalilah agar tidak capek saat “pulang”.

Ya, begitu teman-teman cerita dariku. Semoga bermanfaat, wassalamu’alaikum 😊

Jumat, 09 September 2022

Sahabat Baikku Bernama Riyanti

Assalamu’alaikum, apa kabarnya teman-teman, semoga dalam keadaan sehat yaa.

Kalau postingan sebelumnya aku sudah share tentang lika liku semasa skripsi, pada postingan kali ini aku akan share tentang salah satu sahabat baikku yang senantiasa mensupport aku selama bekerja, ngerjain skripsi sampai aku lulus. Riyanti namanya, biasa kusapa dengan sebutan Mbak Yanti. Seseorang yang ku temui di bulan Agustus 2019 kalau tidak salah. Mbak Yanti ini temanku dikantor dan kami sering menghabiskan waktu berdua, cerita – cerita di kantor, cerita sepulang bekerja, bahkan hangout pun berdua. Beliau orang yang sangat menyenangkan dan aku senang berteman dengan Mbak Yanti karena beliau bisa memberikanku nasihat serta mengajarkanku banyak hal tentang pelajaran hidup. Kadang, teman yang usianya lebih tua dari kita, memang sangat kita butuhkan, karena mereka lebih dulu mengalami berbagai ujian hidup, mereka memiliki pandangan hidup yang lebih “matang”. Gak melulu kedewasaan seseorang diukurnya dari usia, tapi Mbak Yanti ini selaras antara usianya dan pola pikirnya. Jujur, selama bersamanya, aku mendapatkan insight yang positif tentang cara menghadapi kehidupan.

Teman-teman pernah gak sih ngerasain hubungan persahabatan yang sudah seperti keluarga sendiri? kurasa pernah. Hal itulah yang aku rasakan saat bersahabat dengan Mbak Yanti. Aku merasa, dia sudah seperti kakak perempuan kandungku. Well, aku tidak punya kakak perempuan kandung, tapi semenjak kehadiran beliau, aku merasa seperti memiliki kakak perempuan kandung. Aku banyak bercerita tentang apapun, kuliah, pekerjaan, bahkan sampai soal asmara. Selama ku berteman dengannya, dia adalah sosok perempuan yang tegar, tangguh, perempuan yang bisa mensyukuri hal sekecil apapun dalam hidupnya. Tidak pernah kudengar dia menghakimi Sang Pencipta dan bertanya kenapa.

Sayangnya pertemuan kami harus berakhir di bulan Agustus 2022. Bukankah setiap pertemuan, suatu saat akan ada perpisahan? Ada pagi ada malam, ada terbit ada terbenam, ada pertemuan dan ada perpisahan. Pertemuan kami harus berakhir bukan karena kami memutuskan untuk mengakhiri, namun karena takdir Allah. Teman-teman pernah dengar kata-kata “aku sayang kamu, tapi Allah lebih sayang kamu.” Kata-kata itu menggambarkan perpisahan aku dan Mbak Yanti. Beliau berpulang tepat di tanggal 07 Agustus 2022. Allahuyarhamah.

Sejak kepergiannya, hidupku agak sedikit berubah di kantor. Seperti hening tapi ada pada sebuah kebisingan. Seperti kehilangan salah satu rumah ternyaman untuk bercerita, untuk bertukar pikiran. Manusia bisa berencana tapi tetap Allah yang menentukan. Sebuah kata-kata yang menggambarkan rencana persahabatan kami berdua. Sebelum aku lulus, kami pernah berniat untuk pergi liburan bersama dengan teman-teman kantor lainnya, namun hal itu tidak terealisasi.

Satu hal yang buatku tersadar betapa sayangnya Allah padaku, Allah kirimkan teman-teman yang baik kepadaku, Allah kirimkan nasihat-nasihat terbaik dari teman-temanku, Allah anugerahi aku teman yang bisa kuajak bercerita dan saling support.

Alhamdulillah ya Mbak, di dunia yang fana ini, aku kenal kamu dan bersahabat baik denganmu (Mbak Yanti).

 

Kamis, 18 Agustus 2022

Setengah Windu Menjadi Rindu

 

Assalamu’alaikum, apa kabarnya teman-teman, semoga dalam keadaan sehat.

Untuk teman- teman yang pernah membaca ceritaku beberapa tahun silam, tentu tahu bahwa saat itu aku masih berstatus sebagai mahasiswi. Alhamdulillah empat tahun menjalani kuliah, akhirnya aku lulus di bulan Agustus 2021.

Ada beberapa hal yang aku alami saat skripsi. Orang bilang, ujian saat skripsi itu bisa dari berbagai aspek. Dulu, temanku saat skripsi, diberhentikan dari tempat kerjanya karena sering izin, ada juga temanku yang pada saat menyusun skripsi kena covid, ada juga yang orang tuanya sakit. Aku tidak mengalami itu semua, yang aku alami adalah sebuah problema ketika mau sidang dan teman baikku dikantor kena covid.

Sebelum ku paparkan beberapa ceritaku, sebagai ungkapan syukur, aku sangat berterima kasih kepada dosen pembimbingku, Ibu Wulan Sari, SE, MSi yang sudah sabar membimbingku, dan beliau adalah orang yang membuatku harus belajar mengolah data dan mengetahui data-data. Pelajaran mahal yang ku dapat dari beliau semasa ku mengerjakan skripsi.

Singkat cerita, empat hari menjelang sidang, aku cuti dari kantor untuk mempersiapkan semuanya. Saat ku cuti, aku dihadapi oleh sebuah pekerjaan yang cukup banyak dan harus diselesaikan. Dilema memang, disatu sisi aku sedang berusaha belajar demi siap sidang, namun disisi lain sudah menjadi tanggung jawabku karena teman-temanku tidak ada yang bisa backup (karena covid). Alhamdulillah, Allah memudahkan segalanya, Allah memudahkanku menyelesaikan tanggung jawab bekerja dan selesai tepat waktu. Allah juga mengutus manusia baik yang menemaniku menginput kerjaanku yang cukup banyak.

Hari sidang pun tiba, Jumat, 30 Juli 2021 tepatnya, akhirnya aku mendapat gelar S.M (Sarjana Manajemen), Alhamdulillah. Seusai sidang, aku dan beberapa teman kantorku menyempatkan video call ke temanku yang sedang dirawat di rumah sakit karena covid. Beliau salah satu orang yang menyemangatiku, memberi dukungan, saran, mendengarkan celotehanku tentang apapun. Kala itu, senang yang kurasa, akhirnya lulus dan kubisa melihat temanku yang sedang sakit walau hanya via video call. Kami sempat bercanda beberapa saat, sampai akhirnya kami putuskan untuk mengakhiri video call agar ia bisa istirahat.

Kadang, aku suka tidak menyangka, betapa baiknya Allah kepadaku. Kalau ingat dulu, masa-masa semester 3, hampir saja aku tidak lanjut kuliah, tapi Allah Maha Baik, menolongku untuk lanjut dan bisa menyelesaikan studiku tepat waktu.

Kini, perjuangan setengah windu itu menjadi rindu. Aku akan merindukan masa-masa kuliah. Masa-masa dimana seusai bekerja, langsung ke kampus untuk belajar. Masa-masa dimana hujan akan kuterjang sepulang bekerja, jika hari itu bertepatan dengan UTS atau UAS. Masa-masa dimana, aku dan teman-teman kampusku berbagi cerita apapun. Masa dimana aku sangat produktif, menjalani rutinitas yang itu-itu saja setiap harinya, tapi aku senang. Masa dimana hari Sabtu dan Mingguku menjadi hari untuk mengerjakan tugas, kerja kelompok, mempersiapkan kuis dan lain sebagainya. Setengah windu menjadi rindu, semoga apa yang kuupayakan selama ini, bisa menjadi ridho Allah dan orang tuaku aamiin.

Untuk teman-teman yang masih kuliah, atau kuliah sambil kerja, semangat ya!. Kalau teman-teman merasa capek, jenuh, bosan itu wajar, yang penting jangan menyerah. Bilang sama diri sendiri “Sabar, nanti juga selesai kok, pasti selesai kalau kamu sungguh-sungguh”.

Sekian, wassalamu’alaikum 😊

Sumber: google.com


 

Senin, 15 Agustus 2022

Hallo! Assalamu’alaikum, November Lestari hadir lagi

 

Assalamu’alaikum teman-teman apa kabarnya?

Gak terasa udah lama banget aku vakum gak nulis-nulis apapun di blog ini. Lalu diri ini kemana? Gak kemana – mana kok masih di dunia nyata sambil menyelesaikan beberapa urusan selama vakum menulis. Salah satu yang terselesaikan selama vakum adalah kuliah. Alhamdulillah akhirnya aku sudah S1 ya guys. Banyak banget yang kulalui beberapa tahun ke belakang selama vakum menulis di blog ini. Ada suka dan duka selama aku gak menulis di blog ini, InsyaAllah nanti aku ceritakan hehe.

Doakan kedepannya aku rajin menulis ya. Semoga kita semua diberikan kesehatan, keberkahan hidup, dan senantiasa diberikan kebahagiaan dunia akhirat aamiin.

See you in next postinganku ya guys.

Wassalamu’alaikum

Sabtu, 27 Oktober 2018

Dilema Cinta, Kuliah Sambil Kerja


Assalamu’alaikum sahabat, apa kabar semua? Semoga sehat selalu aamiin.

Hari ini saya mau berbagi cerita pengalaman kuliah sambil kerja. Alhamdulillah saya sudah semester 3, dan Insya Allah di penghujung Desember nanti akan menuju semester 4. Jujur, kadang rasanya mau cepat – cepat lulus kuliah, karena menjalani kuliah sambil kerja itu gak mudah. Akhir – akhir ini saya mulai merasa jenuh sama kuliah sambil kerja. Lebih tepatnya capek sih. Minggu – minggu kemarin sebelum saya UTS, rasanya Ya Allah, lelah banget, tugas numpuk, mata ngantuk wkwkkwk. *Jangan ditiru keluhan – keluhan ini*.  Pernah suatu hari saya kerjain tugas sampe malem banget, sampai badan tuh rasanya pada sakit, dan taraaa besok paginya harus kerja. Hmmm. Oh iya, saya ini kuliahnya setiap hari Senin – Sabtu. Senin – Jumat kuliahnya malam, kalau Sabtu dimulai dari jam 1 siang sampai maghrib. Kebayang kan gimana rasanya? Wkwkkw. Setiap hari selalu ada tugas, dan hari sabtuku sudah biasa berdua bersama dia, alias tugas – tugasku tersayang. Kuliah sambil kerja itu menjadi dilema cinta. Mencintai dua-duanya, menjalani dua-duanya, dan harus seimbang dua-duanya. Pekerjaan saya sekarang itu, ada masa dimana saya bisa pulang malam, yang artinya telat masuk kelas. Saya ini tipe mahasiswi rajin bisa dibilang, *Alhamdulillah*, karena sebisa mungkin saya harus masuk kelas biar gak ketinggalan pelajaran. Teman saya pernah bilang gini “Lu kuliah kan? Pulang sekarang aja.” Pada kala itu waktu sudah menunjukkan pukul 16:00 dan saya emang lagi di tempat yang jauhhh. Saya bilang “Iya, tapi gak enak sama yang lain.” Terus dia bilang “Ya udah pulang aja, kan kerjaan lu udah kelar, izin aja.” Lalu hati saya mulai mau nangis wkwkk baper. Gimana ya, sebenernya saya mau izin pulang duluan tapi gaenak hati, akhirnya saya bilang “Gw bingung, mau sih sebenarnya cuma gimana ya, kadang gw harus mengurangi rasa ego gw buat masuk kuliah dan ninggalin kerjaan, karena kan gw kerja buat kuliah.” Terus dia bilang “Ya, tapi untuk seusia lu tuh, kuliah dulu, lu itu belum waktunya untuk kerja yang terlalu kerja banget. gw kalau jadi lu, gw lebih milih kuliah, gw bakal ninggalin kerjaan gw, toh sekarang kan kerjaan lu udah kelar.” Mendengat kata – kata teman saya, aduh rasanya bener – bener mau nangis wkwkkw. Disatu sisi saya mau izin, dan disisi lain gaenak sama yang lain. Walhasil dari drama yang terjadi, saya akhirnya kuliah dianterin temen kerjaan, ya Allah baik banget teman – teman saya. Saya datang ke kampus telat pada hari itu, untungnya boleh masuk kelas wkwkk. Dilema cinta, membagi cinta untuk kuliah dan kerja. Hal itulah yang dialami juga sama teman – teman saya, kadang ada yang gak masuk kuliah karena lembur, ditugaskan ke luar kota, dan drama lainnya. Yang sangat terngiang dari kata – kata teman saya adalah bahwa dia bilang, seusia saya belum waktunya untuk kerja. Hahh I’m so terenyuh wkwk. Ya ada benarnya juga, seusia saya nih, btw saya menjelang 22 tahun, kebanyakan pada kuliah sih. Dan mungkin teman saya juga pada saat seusia saya, dia itu kuliah aja, tapi kan jalan hidup orang berbeda – beda. Kalau kata Allah saya kuliah sambil kerja, ya itu yang terbaik, Insya Allah.

Dilema cinta yang lainnya adalah, ketika tugas lagi banyak – banyaknya dan kerjaan juga lagi banyak – banyaknya, atau disaat lagi mau UTS atau UAS, dan kerjaan lagi numpuk banget dan kurang tidur. Jam istirahat saat kerja mau dipakai buat belajar malah ngantuk walhasil tidur deh wkwkwk, ini true story saya, akhirnya sempet – sempetin belajar pas naik ojek online. Saya tidak tahu kenapa, tapi beberapa minggu ini saya lagi jenuh banget sama yang namanya kuliah. Sebel ketika udah belajar eh pas UTS gak maksimal gitu rasanya. Dilema cinta, kuliah itu bagusnya nyari ilmu bukan nyari nilai, tapi tanpa nilai yang bagus, nanti IPK gak maksimal, sedangkan saingan diluar sana banyak yang IPKnya bagus – bagus. Jujur, dari lubuk hati terdalam, saya tuh maunya kuliah ngerti ilmunya, bener-bener ngerti, gak sekedar nyari nilai. Tapi nyatanya, sehabis pelajaran itu udah gak dipelajari lagi, rasanya memuai begitu saja diingatan, entah karena niat yang salah atau diri yang malas memahami. Saya belum jadi seseorang yang kalau gak belajar – belajar lagi bakalan inget. Mungkin manusiawi. Tapi, saya tuh pengen gitu, bener-bener bisa inget walau gak dipelajari lagi wkwk. Selain itu, di dunia pendidikan, selalu ada yang terlihat “pintar” dan “kurang pintar”. Dan yang disukai dosen otomatis yang pintar, ya wajar. Tapi kita gak boleh meremehkan orang lain. Karena kita gak tau kedepannya gimana. Saya punya teman yang bisa dibilang pintar tapi dia belum bekerja di perusahaan bonafit sedangkan teman – temannya yang bisa dibilang dibawah dia ketika kuliah, justru sudah bekerja di perusahaan bonafit. Dari sini kita belajar bahwa harus menghargai orang lain, jangan meremehkan orang lain dan gak boleh sombong.

Gak usah jauh – jauh ke temen saya deh, dari cerita saya sendiri aja. Ada beberapa teman di kelas saya yang sudah bekerja di perusahaan bonafit, yang ketika nama perusahaannya disebut, kita Insya Allah tau. Sedangkan saya? Saya belum bekerja di perusahaan yang namanya sudah familiar di telinga masyarakat (saya tidak bermaksud meremehkan). Teman – teman saya yang bekerja di perusahaan bonafit itu dikelas tidak terlalu menonjol dibandingkan teman saya yang lainnya, that’s why  dari situ saya belajar bahwa, ya gak boleh meremehkan orang. Jujur, ada yang saya kecewakan dari kuliah, karena saya pernah ditolak perusahaan bonafit karena jadwal kuliah saya yang setiap hari, saya memahami karena mungkin pihak perusahaan itu ingin saya bisa kuliah dengan baik. Saya juga pernah terpaksa menolak perusahaan bonafit karena lokasinya jauh dari kampus saya. Sedih? Pasti. Kecewa? Ya Pasti ada. Tapi Allah pasti punya rencana lain. Jujur, saya masih punya impian bekerja di perusahaan yang ketika nama perusahaan itu disebut, orang – orang tahu. Suatu kebanggaan rasanya. Contoh, kamu kerja dimana?. Di Unilever. Tuh, pasti teman – teman tau kan Unilever. Nah beda, kalau ditanya kamu kerja dimana?. Di PT. xxxxx. Gaada yang tau kan? Nah itu. Saya ingin kerja di perusahaan yang namanya sudah terkenal, layaknya kampus saya.  Saya kalau ditanya kuliah dimana? Saya bilang di Trisakti. Nah semua orang tau, walau kampus saya bukan kampus negeri (seperti kampus UI  yang saya diidam - idamkan). Ulasan saya ini tidak bermaksud sombong, hanya saja menjadi kebanggaan saya sendiri kalau saya bisa kerja di perusahaan bonafit atau bahkan punya usaha sendiri.

Kuliah di Trisakti, saya bangga, karena saya bisa kuliah di universitas yang katanya mahal. Tapi buat teman – teman gausah takut, selama kita ada niat Insya Allah ada jalan. Gaji saya belum 10 juta tapi saya bisa kuliah di trisakti, ini semua berkat Allah, Alhamdulillah. Kalau ditanya abang ojek online saya kuliah apa kerja, saya bilang dua – duanya dan pasti langsung dibilang “wah hebat ya.”. Dalam hati saya, “emang iya ya saya sehebat itu? Kayaknya engga juga saya masih ngeluh” Tapi buat teman – tema yang kuliah sambil kerja, kalian benar – benar luar biasaaaa wkwkwk. Selama ini saya masih “meminjam” nama universitas saya untuk menjual image saya di pasar tenaga kerja. Apakah cukup membantu? Ya, sometimes, tapi tetap pada skill yang kita punya.

Oh iya, saya ini lagi mengalami kerja bukan pada passionnya. Dulu saya bekerja dibagian keuangan, dan sekarang di bagian pemasaran. Bertolak belakang kan? Tapi saya harus menjalaninya sampai mungkin saya dapatkan yang lebih baik. Dilema cinta kuliah sambil kerja, disaat sudah jengah dengan tempat kerja, dan biaya kuliah harus tetap dibayar, kalau resign sebelum dapat kerja sama aja kayak gak lanjut kuliah lagi (kecuali kalau punya tabungan untuk bayar beberapa semester). Dilema ya?. Kalau boleh jujur, kadang saya iri sama teman – teman saya, kok bisa ya mereka sudah kerja di perusahaan bonafit, saya malah ditolak. Rumput tetangga emang selalu lebih hijau. Zona waktu kita dengan orang lain tuh beda, ada yang sukses di usia muda, ada yang sukses di usia tua, sama kayak kerjaan ada yang udah berhasil kerja di instansi yang bonafit ada yang belum. Bersyukur itu memang gampang – gampang susah. Tapi ketika kita mau berusaha dan berdoa,Insya Allah kita bisa. Allah tahu kok kita mau apa, Allah dengerin doa – doa kita.

Dan,ada juga teman saya yang gak masuk kuliah karena sikap bosnya baik sama dia, jadi dia gaenak hati kalau ninggalin kerjaan. Gaenak hati adalah one of the reason, kenapa kadang meninggalkan yang satu demi seimbang kedua – duanya.

Hah, sekian dulu cerita saya yang berantakan ini wkwk. Maafkan. Ini juga saya posting karenaa udah mau mencurahkan isi hati aja, ahay wkwk. Dan, gabisa lama – lama soalnya mau berduaan sama tugas tugasku tersayang.

Buat teman – teman yang kuliah sambil kerja, sabar dan jalani dengan sabar dan ikhlas. Niatkan kuliah dan kerja adalah ibadah (nasehat buat diri sendiri khususnya). Cintai kuliah sambil kerja walau kadang dilema, Insya Allah kita lulus dengan hasil yang bagus dan dapat menjadi manusia yang bermanfaat bagi agama, keluarga, dan masyarakat. Aamiin.

Kapan – kapan kita sharing sharing lagi yaaa….
 
Sebelum menutup cerita kali ini, ada quotes dari Imam Syafi’i


Wassalamu’alaikum

Tertanda Novelia Dwi Lestari,S.M (Insya Allah 2021)

Minggu, 12 Agustus 2018

Ketika Kamu Sedang Mencari Pertolongan, Percayalah, Allah Adalah Sebaik – baik Tempat Meminta Pertolongan

Assalamu’alaikum sahabat, apa kabar semua? Semoga sehat selalu aamiin.

sumber gambar www.google.com
Pada postingan kali ini, saya mau menceritakan pertolongan Allah yang Alhamdulillah belum lama ini saya dapatkan. Sebelum masuk ke inti pembahasan, saya mau bernostalgia dulu soal masa SMA, karena ini ada hubungannya sama inti dari pertolongan yang saya dapatkan. Dulu, waktu SMA, entah kenapa keinginan saya untuk menjadi seorang dokter sirna seketika, dan untuk mengobati rasa ingin menjadi dokter, saya memutuskan untuk ambil kuliah ilmu gizi yaa walaupun gak tercapai juga hehehe. Semasa SMA, saya pernah sekelas sama seorang teman yang pinter banget. Namanya Tiffany. Dulu, kami juga satu sekolah pas SMP, hanya saja, Tiffany ini masuk kelas yang berbeda dengan kelas saya, jadi baru bisa sekelasnya pas SMA. Nah, Tiffany ini baik banget orangnya, dan dia ingin jadi seorang dokter, dan ya! Allah mengabulkan keinginannya untuk kuliah di FKUI. Masya Allah :’) keren banget ya! Dulu, saya ingin banget masuk FKUI tapi gak kesampean wkwk ya ndak apa – apa. Saya yakin, Insya Allah Tiffany jadi dokter yang bermanfaat untuk banyak orang aamiin.

Dan, kali ini masuk ke dalam pembahasan.

Jadi, Bapak saya mengalami katarak pada mata sebalah kanannya, maklum, umur Bapak saya bisa dibilang sudah tua, dan katarak memang rentan dialami oleh orang – orang yang sudah tua. Bapak saya sudah mengalami katarak sudah cukup lama, saya lupa tepatnya bulan apa, tapi ketika mengetahui bahwa Bapak saya katarak, saya sedih banget. Wajar ya sebagai seorang anak, hmm. Salah satu cara untuk mengobati katarak adalah melakukan operasi dengan biaya yang bisa dibilang cukup mahal. Pada saat itu kondisi saya dilema, ada keinginan untuk mengajak kakak saya patungan, tapi tidak jadi karena ada beberapa kebutuhan yang harus saya tanggung. Pada saat itu saya sudah kuliah semester satu kalau nggak salah. Saya tanya – tanya ke salah satu sahabat saya yang saya panggil Ipat, soalnya bapaknya Ipat pernah ikut operasi katarak mata gratis. Saya coba cari sana sini di internet untuk operasi katarak mata gratis, tapi hasilnya nihil.

Selama belum di operasi, kakak saya mencoba untuk memeriksakan mata Bapak saya ke Rumah Sakit Tarakan, dan Bapak saya dibuatkan kacamata khusus katarak, selain itu ada beberapa obat dari rumah sakit.

Khawatir? Ya tentu. Sebagai seorang anak, pastinya ketika orang tua kita diberi penyakit, kita juga pasti akan khawatir. Saya hanya takut katarak mata Bapak saya lebih buruk. Namun, saya selalu berdoa semoga Allah menyembuhkan mata katarak Bapak saya.

Satu hal yang saya rasa perbedaan antara orang tua kita dan kita, ketika kita sakit, kita tuh sering rewel, sedangkan orang tua kita kayaknya nggak rewel. Bapak saya gak pernah ngeluh kalau matanya gak bisa liat jelas, dan kadang saya merasa “nggak sabaran” kalau dikasih sakit sama Allah. Pasti ada aja ngeluhnya dan manja – manja ke orang tua, tapi beda sama Bapak saya yang nggak ngeluh dan nggak manja ke anaknya :’). Saya yakin orang tua sahabat juga kayak gitu kan? Kalau mereka sakit, pasti bilangnya “nggak apa – apa”. Oh Allah, Kau menjadikan hidup ini dengan adanya hubungan orang tua dan anak.

Hari demi hari berlalu, seiring berjalannya waktu, tiba – tiba pertolongan Allah datang melalui Tiffany. Tiffany ngeshare di group whatsapp jaman SMA. Tiffany ngeshare operasi katarak mata gratis yang diadakan oleh PERDAMI (Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia). Rupa – rupanya PERDAMI bekerja sama dengan Liga Medika FKUI,tanpa pikir panjang, saya langsung tanya ke Tiffany dan Tiffany pun memberikan arahan kepada saya untuk menghubungi contact person untuk pendaftaran yang tidak lain adalah temannya Tiffany di FKUI.

Yak, singkat cerita, Alhamdulillah mata bapak saya sudah dioperasi di RSCM Kirana dan sebelumnya dilakukan pemeriksaan di Klinik Kana dan sekarang dalam proses pemulihan. Alhamdulillah.

Dari kisah yang saya alami ini, saya makin percaya kalau orang – orang yang dipertemukan Allah ke dalam hidup kita, adalah orang – orang yang akan memberikan manfaat tertentu dalam hidup kita, ada yang memberikan kita hikmah dalam kehidupan, ada yang melatih kesabaran kita, ada yang senantiasa mengingatkan kita pada kebaikan. Dan Allah sebaik – baik tempat meminta pertolongan. Saya hanya yakin satu hal didalam doa saya kala itu, saya yakin bahwa Allah akan menolong saya, dan Alhamdulillah Allah memberikan pertolongan itu.

Pelajaran lainnya yang dapat dipelajari adalah, kita jangan iri sama takdir yang diberikan sama teman kita. Misal, teman kita jadi dokter, atau arsitek atau apapun itu, kita jangan iri, karena Allah sangat mungkin menolong kita lewat teman – teman kita. Bukankah senang ketika lihat teman kita juga sukses? Bisa saling membantu dan berbagi kebahagiaan. Contohnya saya, saya emang gak berhasil jadi mahasiswi FKUI, tapi Alhamdulillah Allah menganugerahkan teman saya untuk kuliah di FKUI, dan teman saya itu yang menjadi perantara Allah dalam menolong saya. Alhamdulillah.
 

Dan Alhamdulillahnya lagi adalah, operasinya dilakukan dibulan Agustus, saat saya sedang libur kuliah, jadi setelah selesai bekerja, saya bisa langsung pulang ke rumah untuk memastikan kondisi Bapak saya.

Allah memang paling tahu yang terbaik, paling tahu waktu yang tepat, paling tahu apa yang dibutuhkan oleh hamba-Nya.

Allah itu sebaik – baik tempat meminta pertolongan. Ketika sudah mulai hopeless minta sama Allah semoga dikuatkan dan dikasih jalan keluar.

Allah itu baik banget ya sama kita, kita masih punya banyak dosa, Allah tetap mau nolongin.

Terima kasih Allah, tanpa-Mu, kami tidak bisa hidup dengan sebaik-baiknya hidup.

Terima kasih juga buat Tiffany, Seruni dan PERDAMI, semoga Allah membalas kebaiakan calon dokter dan semau dokter di PERDAMI. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat, kesehatan, serta sukses dunia akhirat untuk semua pihak yang sudah membantu adanya operasi ini

Demikian, semoga bermanfaat

Wassalamu’alaikum.