Senin, 03 Oktober 2022

Sejatinya, Hidup adalah Penerimaan

 

Assalamu’alaikum teman-teman, semoga dalam keadaan sehat aamiin.

Hidup adalah penerimaan. Sebuah kalimat yang kuartikan ke diri sendiri setelah hampir 26 hidup di dunia. Dengan segala sesuatu yang pernah kita alami dalam hidup, bukankah ujung-ujungnya kita menerima? Walau mungkin ada hal yang kita terima dengan “terpaksa” tapi kita tetap terima. Tetap menjalani cerita kehidupan yang endingnya kita harapkan baik. Dari kita lahir sampai saat ini, tentu problematika kehidupan itu pasti ada aja wkwkkw. Kalau dipikir-pikir dan dirasa-rasa, hidup di dunia memang melelahkan. Aku pernah mendengar cuplikan kajian ustadz Adi Hidayat, diceramahnya, beliau bilang “kalau kamu sedang capek, kamu sedang ada musibah, kamu sedang lelah, sabar. Nanti kalau sudah “pulang” semuanya akan hilang. Memang dunia itu tempat capek karena memang tempat beramal. Shalat di dunia, kerja di dunia, puasa di dunia, baca Qur’an di dunia. Kenapa kita kerjakan? Supaya cari bekal untuk pulang ke akhirat. Nanti kata Allah, kalau sudah “pulang” semuanya akan hilang.” Jadi semisal diri kita sedang merasa capek, itu manusiawi.

Dalam hidup yang fana ini, kita pasti diuji. Dalam QS Al-Ankabut ayat 2, Allah SWT berfirman “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?”. Kalau kata guruku dulu, untuk naik kelas saja, kita perlu ujian untuk mengetahui kita pantas ga naik kelas?. Begitupula dengan hidup, ujian itu bisa membuat diri kita “naik kelas”, lebih sabar, lebih bisa menerima. Ya, walaupun saat mendapat ujian, kita merasa sedih, dan air mata menjadi teman akrab kala itu, tapi karena ujian juga mendekatkan diri kita ke Allah.

Kalau aku lagi mengalami ujian hidup, biasanya aku cerita ke teman, dengerin ceramah, nangis, tapi cerita ke Allah itu nangisnya lebih dahsyat lagi guys, karena cuma Allah yang bisa bantu kita. Dalam hidup, kita memang harus memilih teman yang mengingatkan kebaikan, yang jawabannya menentramkan jiwa, yang membuat kita sadar kalau ujian yang kita alami, InsyaAllah akan ada hikmahnya. “Mungkin Allah kangen sama doa-doa kita, mungkin kalau gak dikasih ujian, nanti kita lupa sama Allah” semacam itu lah kata-kata yang kudapatkan dari teman dan dari ceramah-ceramah yang ku tonton.

Kadang, untuk menghibur diri soal perkara dunia, aku cuma bilang ke diriku, “Nanti Allah bantu, sabar. Kabar baiknya, ini cuma dunia.” Kabar baiknya ini cuma dunia, salah satu kata-kata menentramkan jiwa. Dunia itu fana, akan berakhir. Kita ga akan alami kesedihan, capek dan perasaan-perasaan ga enak lainnya kalau InsyaAllah kita masuk surga. Kalau amit-amit masuk neraka ya wassalam, lebih capek dari dunia. Maka dari itu, semoga kita semua meninggal dalam keadaan husnul khatimah aamiin.

Hidup adalah penerimaan. Menerima apapun yang ada dalam hidup, dalam diri kita. Ada orang yang cerita hidupnya menurut kita lebih enak, tapi gaada yang tahu juga jadi dia enak atau engga. Aku pernah banding-bandingin hidup sama orang lain, terus temenku bilang gini “gw malah pengen jadi lu vel”. Mendengar hal itu aku bingung, kayak “lah kenapa mau jadi gw?” wkkwkwk. Tapi, banding-bandingin hidup kita sama orang lain itu toxic guys, kalau bisa jangan, karena seperti penderitaan tiada ujung, hilangnya rasa syukur dan hal-hal negatif lainnya. Astaghfirullahal’adzim.

Mungkin kita pernah mikir gini, enak ya jadi dia bisa kerja di perusahaan X, enak ya jadi dia bisa punya usaha sendiri, enak ya jadi dia terlahir dengan kondisi yang mudah, enak ya jadi dia….. enak ya jadi dia…. Dengan asumsi “enak” menurut kita. Padahal belum tentu juga jadi mereka enak. Aku pernah baca sebuah quotes kalau di hidup ini tuh gaada satu pun manusia yang baik-baik saja, mereka pasti sedang melalui masalahnya masing-masing. Jadi, membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain, itu toxic banget, dan kita merasa bahwa kita gaada valuenya. Padahal Allah sudah menciptakan kita dengan kelebihan dan kekurangan masing – masing. Rumput tetangga memang selalu lebih hijau, tapi dimata tetangga, rumput kita juga sangat hijau WKWKWKKWK.

Back to topic, hidup adalah penerimaan.

Di umur yang mau menginjak 26 tahun ini, jadi lebih bisa nerima. Menerima kalau gak wujudin cita-cita jadi dokter, menerima kalau jadi ahli gizi pun gak tercapai, menerima kalau kerja jadi petugas Kesehatan gak terwujud, menerima harus nunda kuliah 2 tahun, menerima segala kegagalan dalam hidup, menerima keputusan yang diambil. Kalau dibilang sedih, ya sedih (manusiawi). Padahal dulu ingin banget jadi dokter, setelah tau jadi dokter mahal dan kuliahnya lama dan hamba ga sanggup menjalaninya dan beralih ingin jadi ahli gizi (cita-cita SMA waktu nemuin buku soal ilmu gizi), udah kebayang oh nanti kuliah ilmu gizi, nanti kerja di BPOM atau kementrian Kesehatan atau kerja di rumah sakit, nyatanya engga guys wkwkwk. Awalnya berandai akan jadi Novelia Dwi Lestari, S.Gz (Sarjana gizi) eh jadinya Novelia Dwi Lestari, S.M (Sarjana Manajemen) sangat jauh bukan wkwkkwk dari IPA ke ruang lingkup IPS. Ya itulah hidup.

Dulu nih, aku pernah iri sama orang-orang yang kuliahnya dibayarin orang tua, kayak enak ya kuliah tinggal kuliah, gak mikirin biayanya, dan teman-teman seperjuangan tuh kayak ngasih semangat kayak, it’s oke vel ganapa, jadi mandiri, jadi lebih kuat wkwkkwkwk. Pagi kerja, malam kuliah, moga ga tipus (kata temen seperjuanganku dulu). Setelah dilalui 4 tahun (2017-2021), ada rasa bahagia dan berterima kasih sama diri sendiri, makasih sudah sabar, sudah kuat, sudah mau menjalani sampai akhir :’). Kuliah sambil kerja tuh ngefek banget dalam hidupku, karena ngajarin kemandirian, tanggung jawab, dan lain sebagainya. Walau kadang nih, saat diskusi sama teman seperjuangan “eh kenapa ya orang-orang yang kuliah doang dapet kerjanya lebih enak dari kita?” Ibarat aku dan teman-teman sudah setengah modyarrr (mati) kuliah sambil kerja, pas cari kerja susah juga wkwkwkkwk. Yah tapi persoalan cari mencari kerja memang sulit, hanya bisa ikhtiar, doa dan pasrah dan yakin Allah pasti kasih.

Allah Maha Baik, Allah Maha Memberi Rezeki, hal yang tidak kita ucapkan, Allah sudah tahu. Apa yang kita rasain, Allah juga tau. Allah tidak pernah membebani hamba-Nya diluar batas kemampuan, jadi tetap semangat menjalani kehidupan yang fana ini. Senantiasa menerima hal-hal yang terjadi, yang mungkin menurut kita gak oke, tapi yaa kita harus menerima. Menerima setiap kegagalan, menerima penolakan dan lain sebagainya. Kelak, kita akan tau kenapa kita gagal, kenapa kita ditolak, kenapa kita tidak meraih apa yang kita cita-citakan. Aku gatau semisal kuliah ilmu gizi, apa aku bisa jadi pribadi seperti saat ini?. Aku pernah nolak salah satu perusahaan bagus saat masih kuliah, karena jaraknya jauh dari lokasi kerja ke kampus dan waktu itu aku sudah keterima di perusahaan lainnya. Kalau diinget waktu itu, habis tutup telpon menolak untuk lanjut tahap medical check up, aku nangis, karena salah satu perusahaan bagus banget yang pernah ku kunjungi saat interview, dan sedihnya lagi, tau-tau di perusahaan yang aku bela-belain tetap disitu malah aku cuma sementara wkwkwk tapi Allah langsung ganti dengan perusahaan yang membuatku bisa lulus kuliah dengan tepat waktu, dengan teman-teman yang baik.

Hidup adalah penerimaan, menerima apapun yang terjadi dalam kehidupan, dan berupaya memperbaiki agar lebih baik. Allah juga menerimamu sebagai hamba-Nya, menerima ibadahmu yang begitu-begitu saja, yang masih memikirkan dunia disaat shalat yang jauh dari kata khusyu’, Allah menerima segala taubat, maka kembalilah agar tidak capek saat “pulang”.

Ya, begitu teman-teman cerita dariku. Semoga bermanfaat, wassalamu’alaikum 😊

Tidak ada komentar :

Posting Komentar