Rabu, 21 September 2016

Kejujuran Kecil yang Berdampak Besar



Pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak, peran orang tua sangat penting untuk mengajarkan banyak hal. Beberapa hal yang diajarkan orang tua kepada anaknya adalah membaca doa sebelum dan sesudah makan, membaca doa sebelum tidur dan sesudah bangun tidur, menggunakan tangan kanan, mengucapkan terima kasih, bersalaman dengan orang yang lebih tua, dan masih banyak hal lainnya. Salah satu budi pekerti yang harus diajarkan orang tua kepada anaknya adalah kejujuran. Kejujuran harus ditanamkan sejak dini, karena kejujuran erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat.

Dalam kehidupan sehari – hari kegiatan yang sering terjadi adalah transaksi. Di dalam transaksi, terkadang ada kejadian yang melibatkan kejujuran. Misalnya, sang penjual memgembalikan jumlah kembalian uang melebihi jumlah yang seharusnya. Dalam perhitungan matematika jika kita membeli satu kilogram manggis dengan harga Rp 32.000 dan kita membayarnya dengan uang Rp 50.000, maka uang kembaliannya adalah Rp 18.000. Mudah bukan? Dalam teori, kita mudah sekali menjawab jawaban yang benar, namun dalam realita belum tentu demikian. Misalnya pedagang manggis tersebut memberikan uang kembalian Rp 19.000. Kembalian tersebut hanya lebih Rp 1000 dari yang seharusnya bukan? Namun alangkah lebih baik jika tidak menyepelekan uang Rp 1000 tersebut, karena dalam soal matematika jika kita membiarkan Rp 19.000 tetap menjadi jawabannya, maka jawaban itu sudah pasti salah.

Misalnya timbul pertanyaan dan pernyataan seperti ini.

“Kenapa saya harus mengembalikan? Lagipula hanya Rp 1000.”

“Salah pedagangnya sendiri yang memberikan uang kembalian yang bukan seharusnya.”

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Jika kita menanamkan kejujuran, tentunya kita akan memberikan kelebihan uang kembalian tersebut. 

Saya rasa semua orang pernah mengalami hal tersebut dalam transaksi. Saya juga pernah mengalaminya. Ketika uang kembalian melebihi dari yang seharusnya. Saya mengembalikan uang tersebut kepada sang pedagang. 

“Bu, ini kembaliannya kelebihan.” Ujar saya seraya mengembalikan kelebihan uang.

“Oh iya ya? Oh iya saya salah mengembalikan” Ujar sang pedagang seraya menghitung ulang dan tersenyum.

“Terima kasih ya!” Ujar sang pedagang lagi dengan wajah ceria.

Ilustrasi diatas merupakan wujud nyata yang sering terjadi dalam kehidupan sehari – hari. Indah bukan? Ketika kita jujur, orang lain turut senang dan menghargai kejujuran kita. Kejujuran yang saya lakukan adalah kejujuran kecil, tapi kejujuran ini berdampak besar bagi kehidupan saya. Saya merasa senang karena sudah jujur.

Kejujuran itu penting sekali ditanamkan sejak dini, agar menciptakan generasi bangsa yang tidak mudah bersikap curang. Salah satu contoh kecurangan yang sering terjadi yaitu dalam Ujian Nasional. Ujian Nasional merupakan “ritual” yang harus dilalui peserta didik sebelum dinyatakan lulus. Banyaknya praktik kecurangan, membuat pemerintah terus berupaya untuk menekan tingkat kecurangan ini. Salah satu cara mengantisipasinya adalah membuat soal UN menjadi lima paket, dua puluh paket, dan lain sebagainya. Sewaktu saya SMA, guru bimbingan konseling saya mengatakan bahwa ketidakjujuran itu membuat hati menjadi tidak tenang. 

“Kalau mengerjakan soal usahakan yang jujur, kalau kalian tidak jujur dan nilai kalian bagus pasti ada rasa bersalah di dalam diri kalian. Kalian bisa membohongi orang lain tapi kalian tidak bisa membohongi diri sendiri.” Kata beliau saat itu. 

Dalam aspek ini, kejujuran  masuk kedalam norma kesusilaan. Sanksi dalam norma kesusilaan adalah merasa ketidaktenangan di dalam hati.

Bicara soal kejujuran adalah hal yang menarik, karena jika seseorang jujur, ia tidak akan melakukan tindakan kriminal. Guru Bahasa Indonesia saya sewaktu SMA pernah memberikan salah satu ilustrasi kejujuran dalam kehidupan.

“Kalau ada sesuatu diatas meja dan itu bukan milik kamu, kamu ambil gak?. Kalau kamu jujur, pasti kamu tidak akan mengambilnya, karena itu bukan punya kamu.” Kurang lebih seperti itu perkataan beliau.

Hal ini sangat masuk akal, karena disaat ada kesempatan “mengambil” sebesar apapun, jika seseorang memiliki sikap jujur, pasti dia tidak akan mengambil yang bukan miliknya, atau jika pun mengambilnya, maka bermaksud untuk mengembalikan kepada yang punya benda tersebut.

Kejujuran juga sangat erat kaitannya dengan aspek keagamaan. Lho? Apa iya? Tentu saja. Seseorang yang jujur pasti merasa diawasi oleh Tuhannya. Seseorang yang meyakini bahwa Allah Maha Melihat, pasti tidak akan melakukan hal tercela. Seseorang yang takut akan dosa pasti tidak akan melakukan hal tercela dan salah satunya adalah berbuat curang.

Kejujuran itu penting ditanamkan sejak dini, agar generasi penerus bangsa ini tidak melulu memikirkan how to get a much money? How and how?, yang pada akhirnya menghalalkan segala cara untuk memperkaya diri. Kejujuran itu dekat dengan rasa bersyukur. Karena jika kita jujur atas apa yang kita miliki, atas apa yang kita dapatkan, kita akan mendapatkan rasa kepuasan batin, rasa bersyukur atas apa yang telah Allah beri.

Dalam perilaku konsumsi, jika seseorang memiliki pendapatan yang tinggi, maka semakin bertambah pula konsumsinya. Seseorang yang memiliki pendapatan yang tinggi juga cenderung memiliki gaya hidup yang tinggi. Inilah mengapa banyak praktik kecurangan dalam kehidupan. Mengapa orang – orang cenderung bersikap demikian? Hal ini ada kaitannya dengan Hedonic Treadmill
 
Saya pernah membaca mengenai Hedonic Treadmill dalam sebuah blog. 

Misalnya ketika seseorang memiliki penghasilan Rp 5.000.000 uang tersebut habis terpakai, dan ketika ia memiliki penghasilan Rp 50.000.000 uang tersebut juga habis terpakai. 

Mengapa demikian?

Hal ini terjadi karena disaat ia memiliki penghasilan Rp 5.000.000, ia hanya bisa mengkredit motor. Lalu, disaat penghasilannya Rp 50.000.000, hal yang diinginkannya juga berubah, yang tadinya memiliki motor saja cukup, sekarang beralih untuk memiliki mobil, dan begitu seterusnya.

Hal inilah yang membuat praktik kecurangan terjadi. Adanya rasa ketidakpuasan terhadap apa yang sudah dimiliki. Praktik kecurangan juga erat kaitannya dengan lingkungan. Seseorang yang terbiasa hidup di lingkungan mewah, maka ia cenderung mengikuti kebiasaan hidup orang – orang di lingkungannya. Lalu apa yang terjadi jika orang tersebut tidak memiliki daya konsumsi yang sama dengan rekannya? Tentunya akan terjadi praktik kecurangan seperti korupsi misalnya.

Kejujuran merupakan hal yang sensitif. Ini menyangkut keberanian seseorang. Seseorang yang jujur akan berani mengungkap kebenaran, dan seorang yang jujur akan tegas menolak segala bentuk kecurangan.

Nah, maka dari itu sebagai generasi penerus bangsa Indonesia, mari kita gerakkan sikap kejujuran. Aku anak jujur, karena jujur membawa hal yang mujur. Aku anak jujur, karena aku tak mau kepribadianku berjalan mundur. Jujurlah pada diri sendiri, Jujurlah pada dunia, Jujurlah pada Allah, karena kejujuran dekat dengan kedamaian.

Yuk Jadi Orang yang Jujur :)


Sabtu, 17 September 2016

Menjadi Bermanfaat



Assalamu’alaikum!

Kali ini saya akan cerita sesuatu hal yang menginspirasi :)

Tahun 2016 ini saya belum kuliah, menunda lagi, huhuhu, eits tapi tak apa.Saat ini kegiatan saya bekerja, menjadi mahasiswi di Universitas Kehidupan kalau kata Pak Dahlan Iskan hehe, dan menjadi siswa ST dan SI. Apaan tuh Vel ST dan SI? ST adalah Sekolah Toefl dan SI adalah Sekolah Inggris. Saya sekolah di dua sekolah ini gratis! Bukan karena beasiswa, bukan juga karena saya dibayarin, bukan!. ST dan SI ini adalah sekolah online yang dibangun oleh Kak Budi Waluyo secara gratis untuk kalangan dari manapun. Saya dapat informasi sekolah ini dari teman saya dan dari kakak kelas saya di facebook, akhirnya untuk mengasah kemampuan Bahasa Inggris dan untuk saya merasa jadi pelajar lagi, saya mengikuti sekolah ini. Awalnya saya hanya mengikuti Sekolah Toefl Periode 6 tapi setelah Sekolah Inggris Periode 2 dibuka, saya mendaftar juga. Alhamdulillah. Untuk info lanjut mengenai Sekolah ini, silahkan ke websitenya  https://sdsafadg.com/

Di sekolah ini, saya diajari banyak hal. Setiap minggunya saya diberikan handbook berupa pdf, ada juga Question of The Day di hari – hari tertentu, Saya benar – benar merasakan jadi siswa lagi. Tidak ada wujud nyata bangunan sekolah dalam proses belajar ini memang, namun bukan berarti tidak bisa belajar. Kak Budi membuktikan bahwa belajar bisa dimana saja, apalagi di era modern seperti ini media sosial bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan siapapun dan dimanapun. Hal yang dilakukan Kak Budi adalah salah satu contoh penggunaan media sosial secara positif. Hebat dan Menginspirasi!. Kak Budi tidak memungut biaya sepeserpun dari para siswanya, beliau selalu memberi semangat kepada kami, agar disiplin, agar benar – benar mau belajar. *Sejujurnya kadang saya tidak mengikuti sekolah ini secara baik ;’( maafkan ya Kak*

Di sekolah ini saya belajar hal lain dari Bahasa Inggris. Saya belajar bagaimana caranya agar kita hidup jadi bermanfaat buat banyak orang, bagaimana caranya kita meraih impian kita untuk belajar ke luar negeri dengan beasiswa, bagaimana caranya memanajemen waktu agar kita bisa menghasilkan “something” dari detik demi detik di hidup kita. Luar biasa.
Kak Budi sangat menginspirasi sekali. Beliau banyak memberikan kisah,motivasi, juga semangat kepada para siswanya. Beliau tidak memandang waktu beliau yang sangat disibukkan oleh tugas kuliah S3 nya dan hal – hal lainnya. Beliau punya slogan Let’s break the limits! Untuk kedua sekolah yang telah beliau dirikan.

Saya jadi teringat ada berita guru SD yang dibayar 75.000/bulan. Uang 75.000 itu kalau dari segi dunia kecil banget, kalau dari segi akhirat sangat banyak, banyak banget. Keikhlasan beliau yang mau mencerdaskan anak bangsa yang membuat uang 75.000 ini bernilai besar dari segi akhirat. Masya Allah..

Masih banyak orang – orang baik, orang – orang yang nuraninya dipenuhi dengan kepedulian, mereka ini orang – orang yang orientasinya tidak hanya pada uang. Saya jadi ingat kata Ustadz Yusuf Mansur. “Jangan pernah menuhankan duit, karena duit bukan Tuhan.” Keren! Kalau hidup ini orientasinya apa – apa duit, hidup nggak bakal berwarna.
Semoga kita bisa menjadi orang yang bermanfaat dan semoga orang - orang baik diluar sana, selalu dimudahkan Allah dalam segala urusan. Aamiin

Terima kasih untuk Kak Budi Waluyo yang membuat saya merasakan jadi siswa lagi. Maaf saya masih banyak kekurangan dalam mengikuti pelajaran. Sukses selalu! Semoga Allah memberikan rahmat atas apa yang Kakak lakukan.

Let’s Break The Limits

Novelia Dwi Lestari
Siswa Sekolah Toefl Periode 6
Siswa Sekolah Inggris Periode 2

Berdoa


Berdoa. Sebagai seorang hamba, dalam keadaan apapun pasti kita berdoa. Mau makan baca doa, mau tidur baca doa, mau kemanapun baca doa. Ada doa yang diucapkan atas keinginan. Meminta kepada sang Pencipta agar keinginan itu dikabulkan atau diganti dengan yang lebih baik. Berdoa itu baik sekali. Karena dengan berdoa, membuat kita semakin dekat sama Allah. Semakin dekat? Ya, semakin dekat. Dengan berdoa kita sadar bahwa diri kita ini bukan siapa – siapa, apa yang ada dalam hidup kita senantiasa milik Allah, kita punya ini dan itu karena Allah kasih. Nah, kali ini saya akan menceritakan kisah saya sendiri.

Tahun 2014 silam, saya pernah mengikuti ajang kepenulisan yang cukup bergengsi. Saya mengikuti ajang kepenulisan yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Saya dan teman saya, Indri ikut lomba esai itu. Lomba esainya bertemakan “Kaum Muda dan Budaya Demokrasi.” Saya dan Indri membuat naskah esai masing – masing. Setelah naskah dikirim,  saya sama Indri berdoa tuh, tapi doanya gak spesifik. Di sekolah kami disediakan fasilitas mini bus untuk mengantar siswa siswi untuk pergi lomba. Nah, waktu itu saya sama Indri, bilang gini “Ya Allah semoga naik ini Ya Allah nanti.” Sambil memegang mini bus itu. Lalu, saya sama Indri ketawa. Saya dan Indri ketawa bukan karena hal lucu tapi karena doa kami yang seolah – olah “ngarep” banget biar bisa lolos ke babak selanjutnya.

Hari demi hari berlalu, setelah melewati proses lumayan seru dan panjang. Panjangnya karena saya sama Indri sering ngomongin soal lomba esai itu, terlebih Indri kirim esai di hari terakhir batas pengumpulan esai, dan serunya karena kami berdua “ngejar-ngejar” Bapak Kepala Sekolah demi dapat tanda tangan. Karena salah satu syarat dari lomba ini harus scan surat lembar orisinalitas karya yang ditandatanganin Kepala Sekolah. Saya dan Indri ngejar – ngejar Bapak Kepala Sekolah saat beliau lagi asyik nonton classmeeting/lomba antar kelas saat itu. Seru kan? Wkwk.

Dan hari pengumuman tiba. Jreng jreng!. Saya deg – deg an buka website lomba tersebut. Loading…. Loading… dan akhirnya terbuka juga webnya, dan yappp nama saya dan Indri tidak ada di deretan lima belas nama peserta yang lolos. Sedih banget rasanya. Padahal lumayan hadiahnya. Bayangin aja juara 1 dapat 10 juta rupiah, dan yang lolos itu sudah pasti dapat uang sekitar 2,5 juta bagi 9 finalis yang tidak mendapatkan juara 1,2,3 maupun harapan 1,2,3. Saya mencoba ikhlas dan tetap semangat haha!. Tiba – tiba Indri sms saya “Vel kok aku diucapin selamat ya sama Bu Void. Tadi Bu Void nelpon aku katanya soal lomba esai itu.” Sms dari Indri membuat saya bingung, padahal nama Indri tidak ada di deretan nama peserta yang lolos tapi kenapa Bu Void ngucapin selamat?. Malam berlalu, dan tibalah esok hari. Saya nanya lagi sama Indri untuk memastikan. Indri bilang begini ke saya “Aku bingung Vel, padahal nama aku gak ada di daftar peserta yang lolos, tapi kok Bu Void ngucapin selamat ya?. Tapi lumayan Vel kalau gw lolos, 2,5 Juta udah ditangan bro seenggaknya hahaha.” Ujar Indri sambil ketawa. Saya bilang “Iyalah, lumayan Ndri.”

Sepulang sekolah saya di sms Indri. Isi smsnya mengejutkan. Indri sms gini ke saya “Vellll ternyata aku diundang buat nonton acara esai itu wkwk. Ya Allah aku kirain aku lolos. Php dah haha.” Terus saya bales sms Indri “Tau darimana kamu?”. Indri bales “Iya tadi aku dikasih tau surat undangan dari Kementrian buat menghadiri acara lomba itu”.
Besoknya, Indri cerita ke saya langsung. Ternyata, panitia penyelenggara mengundang Indri dan 9 orang lainnya dari SMAN 33 Jakarta untuk hadir ke acara lomba esai itu. Akhirnya Indri pun mengajak 8 teman kelasnya dan dia tidak lupa mengajak saya. Alhamdulillah Indri ingat saya wkwkkwk. “Iya aku minta temen – temen aku aja tuh buat ikut, tadinya mau dari kelas aku semua, tapi aku inget kamu. Kamu kan ikutan juga di lomba esai itu, jadi aku cantumin nama kamu.” Teman yang baik emang si Indri wkwkwk.

Hari berikutnya, kebetulan sekolah saya libur karena apa alasannya saya lupa hehe. Yang ke sekolah saat itu hanya sepuluh orang. Saya, Indri dan kedelapan teman Indri. Dan you know what?????? SAYA DAN INDRI NAIK MINI BUS SEKOLAH!!!!!!!! Doa saya sama Indri dijabah Allah. Tapi sayangnya doa saya sama Indri gak spesifik. Saya sama Indri hanya berdoa buat naik itu mini bus, dan beneran aja hanya naik mini bus tanpa menyandang gelar sebagai finalis lomba esai, hiks :D

Saya dan rombongan diundang ke salah satu hotel dimana acara final akan diselenggarakan dan dimana para finalis dilatih untuk mempersiapkan penampilannya. Ada rasa bangga sih karena bisa menghadiri acara tersebut tapi tetap saja sesak wkwkwk. Acara pun berlangsung. Saya menyaksikan penampilan dari para finalis. Dari ajang lomba ini saya dapat pengetahuan, dapat kamus gratis, dapat kaus dapat goody bag :3 lumayan hehe. Saya juga menyadari bahwa banyak potensi anak bangsa di Indonesia. Finalis lomba berasal dari berbagai kota di Indonesia. Pengetahuan mereka keren – keren!.

Akhirnya acara lomba sampai pada puncaknya, dan diserahkanlah hadiah – hadiah itu.  Sedih, karena hanya bisa “nonton” lomba esai tersebut. Bangga, karena kalau saya dan Indri tidak mencoba menulis esai ini, pastinya gak bakal diundang. Senang, karena dapat pengalaman dan wawasan baru.

Saya dan rombongan baru menuju perjalanan pulang usai Maghrib. Saya, Indri dan teman – temannya dapat uang saku juga :) Lumayan lah haha. Hari itu saya baru menyadari kalau mencari uang itu butuh perjuangan!. Saya dan Indri nulis esai, cari inspirasi, cari sumber, luangin waktu buat nulis esai, datang pagi ke sekolah disaat yang lain libur, pulang sampai rumah jam delapan malam, akhirnya baru ada wujud nyata dari perjuangan tersebut. Walaupun tidak dapat 10 juta atau bahkan 2,5 juta tapi jujur rasanya nikmat dah dapat uang itu. Meskipun itungannya ya uang transport, dan kontribusi sebagai “penonton”. Alhamdulillah.

Makasih Ya Allah sudah menjabah doa saya sama Indri. Gak apa – apa gak dapat 10 juta, tapi uang ini rasanya nikmat banget. Jujur, sepanjang karir kepenulisan saya *caelah* baru di ajang tersebut upaya saya membuahkan hasil berupa uang. Saya menulis bukan karena orientasinya pada uang, tidak. Tapi, hobi yang dibayar itu, sangat menyenangkan! Apalagi saat itu saya masih SMA, saya berpikir bagaimana ya supaya saya bisa mengasah kemampuan saya dalam menulis dan bisa beli sesuatu pakai uang sendiri?. Salah satu cara yang bisa dilakukan ya dengan mengikuti lomba. Sepanjang karir kepenulisan saya, cukup banyak lomba yang saya ikuti, mulai dari info lomba dari fanpage, dari website, dari salah satu Universitas negeri di Jakarta, mulai dari hadiahnya uang, hadiahnya piagam, hadiahnya buku, hadiahnya pahala dari Allah, saya ikutin. Namun, ada beberapa yang membuahkan hasil, ada juga yang tidak, ada yang di php-in di tengah jalan, ada yang entah kapan pengumumannya hehe, saking seringnya saya jadi lupa kalau saya pernah ikut lomba tersebut. But, I still trying to be a writer :) Saya tetap semangat!

Doakan saya ya biar bisa jadi penulis beneran :)

Salam bahagia dari Novelia untuk para pembaca tulisannya. HAHAHA

See you in the next postingan yaaa

Yuk berdoa :)

Wassalamu’alaikum


Ini buku - buku yang saya dapatkan :)


Kata – kata di goody bag lomba esai :)