Assalamu’alaikum
sahabat!
Sebelum saya memulai
tulisan saya, coba jawab dulu pertanyaan di judul tulisan saya kali ini hehe.
Hidup bagaimana nanti, atau, nanti bagaimana?.Bagaimana nanti dan nanti bagaimana tersusun dari dua kata yang sama, namun
memiliki arti yang berbeda. Sudah dapat jawabannya? Yuk kita simak
pembahasannya :)
Pertanyaan :Hidup bagaimana nanti maksudnya apa ya
Vel?
Jawaban :Hidup bagaimana nanti itu maksudnya,
keadaan dimana seseorang menjalani hidupnya dengan pasrah. Seseorang yang
menerima apa saja yang terjadi dihidupnya. Contohnya begini, “eh kamu cita – citanya apa?” nah terus jawabnya gini “ya
lihat nanti ajalah.” Gitu.
Pertanyaan :Lalu, apa bedanya sama nanti bagaimana
Vel?
Jawaban :Nah! Nanti bagaimana ini kebalikannya
dari bagaimana nanti *yaiyalah hehe*.
Contohnya begini, “eh kamu cita – citanya apa?” terus jawabnya gini “cita – cita
aku mau jadi pengusaha yang omsetnya triliunan biar bisa berangkatin haji
karyawan – karyawan aku, pengusaha yang bisa sedekah triliunan juga ke panti
asuhan,yatim piatu dan lain sebagainya.”
Have you?.
So, ya, I will explain
again for you all.
Actually itu
sebenarnya,……. wkwk. Oke kembali serius ya.
Saya dapat pertanyaan
ini dari guru Bimbingan Konseling saya sewaktu saya SMA. Jadi orientasi hidup
untuk kedua pandangan diatas sangat berbeda. Kenapa sih kita harus memikirkan
hidup yang “nanti bagaimana”. Kenapa hayo?. Penting sekali untuk memikirkan
hidup yang nanti akan bagaimana?
Keuntungan dari
memikirkan hidup yang nanti bagaimana adalah, kita terus berupaya untuk
mencapai apa yang kita inginkan di masa depan. Kita terus berusaha untuk
mendapatkan apa yang belum kita raih. Karena apa? Karena salah satu alasannya
adalah dengan pandangan “nanti bagaimana”. Ketika kita mulai malas, munculah
kata – kata “nanti bagaimana” dalam diri kita.
“Kalau saya malas,
nanti bagaimana nasib saya ya? Kalau saya malas, nanti bagaimana kehidupan saya
kelak? Kalau saya malas bekerja, nanti bagaimana cara saya beli buku pelajaran
untuk anak – anak saya?” Salah satu contoh ilustrasi.
Bukankah Allah tidak
akan mengubah nasib hamba-Nya, jika hamba tersebut tidak mengubahnya sendiri?
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu
kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” Q.S. Ar – Ra’d [13] :
11
Konteks “nanti
bagaimana” ruang lingkupnya luas sekali. Dalam norma agama? Jelas ada!
Ketika kita malas
shalat, coba saja tanya “nanti bagaimana” ke dalam hati.
“Kalau saya malas
shalat, nanti bagaimana ya?”
“Kalau saya malas
mengaji, nanti bagaimana ya?”
Dalam norma hukum?
Jelas ada!
“Kalau saya korupsi,
nanti bagaimana ya kalau saya tertangkap?”
Dalam norma
kesusilaan? Jelas ada!
“Kalau saya nakal,
nanti bagaimana perasaan orang tua saya ya?”
Pertanyaan “nanti
bagaimana” ini membuat kita tersadar untuk merencanakan tujuan hidup kita
selanjutnya. Kita merencanakan, Allah juga merencanakan. Apapun yang terjadi
terhadap rencana kita, bersyukurlah, setidaknya kita sudah berencana, dan Allah
tahu bahwa kita sudah berusaha.
Kalau hidup
berdasarkan bagaimana nanti, ya kamu akan menjalani hidup itu mengalir saja.
Ibarat perahu, dibawa ombak ke kanan ya ke kanan. Dibawa ombak ke kiri ya ke
kiri, Bukankah terkadang kita harus berjuang melawan ombak demi sampai ke
tempat tujuan?
So, you can choose
which one of “Bagaimana nanti” or “Nanti Bagaimana.”