Assalamu’alaikum teman-teman, semoga
dalam keadaan sehat aamiin.
Hidup adalah penerimaan. Sebuah
kalimat yang kuartikan ke diri sendiri setelah hampir 26 hidup di dunia. Dengan
segala sesuatu yang pernah kita alami dalam hidup, bukankah ujung-ujungnya kita
menerima? Walau mungkin ada hal yang kita terima dengan “terpaksa” tapi kita
tetap terima. Tetap menjalani cerita kehidupan yang endingnya kita harapkan
baik. Dari kita lahir sampai saat ini, tentu problematika kehidupan itu pasti
ada aja wkwkkw. Kalau dipikir-pikir dan dirasa-rasa, hidup di dunia memang
melelahkan. Aku pernah mendengar cuplikan kajian ustadz Adi Hidayat, diceramahnya,
beliau bilang “kalau kamu sedang capek, kamu sedang ada musibah, kamu sedang lelah,
sabar. Nanti kalau sudah “pulang” semuanya akan hilang. Memang dunia itu tempat
capek karena memang tempat beramal. Shalat di dunia, kerja di dunia, puasa di
dunia, baca Qur’an di dunia. Kenapa kita kerjakan? Supaya cari bekal untuk pulang
ke akhirat. Nanti kata Allah, kalau sudah “pulang” semuanya akan hilang.” Jadi
semisal diri kita sedang merasa capek, itu manusiawi.
Dalam hidup yang fana ini, kita pasti
diuji. Dalam QS Al-Ankabut ayat 2, Allah SWT berfirman “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan
(saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji
lagi?”. Kalau kata guruku dulu, untuk naik kelas saja, kita perlu ujian
untuk mengetahui kita pantas ga naik kelas?. Begitupula dengan hidup, ujian itu
bisa membuat diri kita “naik kelas”, lebih sabar, lebih bisa menerima. Ya,
walaupun saat mendapat ujian, kita merasa sedih, dan air mata menjadi teman
akrab kala itu, tapi karena ujian juga mendekatkan diri kita ke Allah.
Kalau
aku lagi mengalami ujian hidup, biasanya aku cerita ke teman, dengerin ceramah,
nangis, tapi cerita ke Allah itu nangisnya lebih dahsyat lagi guys, karena cuma
Allah yang bisa bantu kita. Dalam hidup, kita memang harus memilih teman yang
mengingatkan kebaikan, yang jawabannya menentramkan jiwa, yang membuat kita sadar
kalau ujian yang kita alami, InsyaAllah akan ada hikmahnya. “Mungkin Allah
kangen sama doa-doa kita, mungkin kalau gak dikasih ujian, nanti kita lupa sama
Allah” semacam itu lah kata-kata yang kudapatkan dari teman dan dari ceramah-ceramah
yang ku tonton.
Kadang,
untuk menghibur diri soal perkara dunia, aku cuma bilang ke diriku, “Nanti Allah
bantu, sabar. Kabar baiknya, ini cuma dunia.” Kabar baiknya ini cuma dunia, salah satu
kata-kata menentramkan jiwa. Dunia itu fana, akan berakhir. Kita ga akan alami
kesedihan, capek dan perasaan-perasaan ga enak lainnya kalau InsyaAllah kita
masuk surga. Kalau amit-amit masuk neraka ya wassalam, lebih capek dari dunia.
Maka dari itu, semoga kita semua meninggal dalam keadaan husnul khatimah
aamiin.
Hidup adalah penerimaan. Menerima
apapun yang ada dalam hidup, dalam diri kita. Ada orang yang cerita hidupnya
menurut kita lebih enak, tapi gaada yang tahu juga jadi dia enak atau engga.
Aku pernah banding-bandingin hidup sama orang lain, terus temenku bilang gini “gw
malah pengen jadi lu vel”. Mendengar hal itu aku bingung, kayak “lah kenapa mau
jadi gw?” wkkwkwk. Tapi, banding-bandingin hidup kita sama orang lain itu toxic
guys, kalau bisa jangan, karena seperti penderitaan tiada ujung, hilangnya rasa
syukur dan hal-hal negatif lainnya. Astaghfirullahal’adzim.
Mungkin kita pernah mikir gini, enak
ya jadi dia bisa kerja di perusahaan X, enak ya jadi dia bisa punya usaha
sendiri, enak ya jadi dia terlahir dengan kondisi yang mudah, enak ya jadi dia…..
enak ya jadi dia…. Dengan asumsi “enak” menurut kita. Padahal belum tentu juga
jadi mereka enak. Aku pernah baca sebuah quotes kalau di hidup ini tuh gaada
satu pun manusia yang baik-baik saja, mereka pasti sedang melalui masalahnya
masing-masing. Jadi, membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain, itu
toxic banget, dan kita merasa bahwa kita gaada valuenya. Padahal Allah sudah
menciptakan kita dengan kelebihan dan kekurangan masing – masing. Rumput tetangga
memang selalu lebih hijau, tapi dimata tetangga, rumput kita juga sangat hijau
WKWKWKKWK.
Back to topic, hidup adalah
penerimaan.
Di umur yang mau menginjak 26 tahun ini,
jadi lebih bisa nerima. Menerima kalau gak wujudin cita-cita jadi dokter,
menerima kalau jadi ahli gizi pun gak tercapai, menerima kalau kerja jadi
petugas Kesehatan gak terwujud, menerima harus nunda kuliah 2 tahun, menerima
segala kegagalan dalam hidup, menerima keputusan yang diambil. Kalau dibilang
sedih, ya sedih (manusiawi). Padahal dulu ingin banget jadi dokter, setelah tau
jadi dokter mahal dan kuliahnya lama dan hamba ga sanggup menjalaninya dan beralih
ingin jadi ahli gizi (cita-cita SMA waktu nemuin buku soal ilmu gizi), udah
kebayang oh nanti kuliah ilmu gizi, nanti kerja di BPOM atau kementrian Kesehatan
atau kerja di rumah sakit, nyatanya engga guys wkwkwk. Awalnya berandai akan
jadi Novelia Dwi Lestari, S.Gz (Sarjana gizi) eh jadinya Novelia Dwi Lestari,
S.M (Sarjana Manajemen) sangat jauh bukan wkwkkwk dari IPA ke ruang lingkup
IPS. Ya itulah hidup.
Dulu nih, aku pernah iri sama
orang-orang yang kuliahnya dibayarin orang tua, kayak enak ya kuliah tinggal
kuliah, gak mikirin biayanya, dan teman-teman seperjuangan tuh kayak ngasih
semangat kayak, it’s oke vel ganapa, jadi mandiri, jadi lebih kuat wkwkkwkwk. Pagi
kerja, malam kuliah, moga ga tipus (kata temen seperjuanganku dulu). Setelah
dilalui 4 tahun (2017-2021), ada rasa bahagia dan berterima kasih sama diri
sendiri, makasih sudah sabar, sudah kuat, sudah mau menjalani sampai akhir :’).
Kuliah sambil kerja tuh ngefek banget dalam hidupku, karena ngajarin kemandirian,
tanggung jawab, dan lain sebagainya. Walau kadang nih, saat diskusi sama teman
seperjuangan “eh kenapa ya orang-orang yang kuliah doang dapet kerjanya lebih
enak dari kita?” Ibarat aku dan teman-teman sudah setengah modyarrr (mati) kuliah
sambil kerja, pas cari kerja susah juga wkwkwkkwk. Yah tapi persoalan cari
mencari kerja memang sulit, hanya bisa ikhtiar, doa dan pasrah dan yakin Allah
pasti kasih.
Allah Maha Baik, Allah Maha Memberi
Rezeki, hal yang tidak kita ucapkan, Allah sudah tahu. Apa yang kita rasain,
Allah juga tau. Allah tidak pernah membebani hamba-Nya diluar batas kemampuan,
jadi tetap semangat menjalani kehidupan yang fana ini. Senantiasa menerima hal-hal
yang terjadi, yang mungkin menurut kita gak oke, tapi yaa kita harus menerima.
Menerima setiap kegagalan, menerima penolakan dan lain sebagainya. Kelak, kita
akan tau kenapa kita gagal, kenapa kita ditolak, kenapa kita tidak meraih apa
yang kita cita-citakan. Aku gatau semisal kuliah ilmu gizi, apa aku bisa jadi
pribadi seperti saat ini?. Aku pernah nolak salah satu perusahaan bagus saat
masih kuliah, karena jaraknya jauh dari lokasi kerja ke kampus dan waktu itu
aku sudah keterima di perusahaan lainnya. Kalau diinget waktu itu, habis tutup
telpon menolak untuk lanjut tahap medical check up, aku nangis, karena salah
satu perusahaan bagus banget yang pernah ku kunjungi saat interview, dan
sedihnya lagi, tau-tau di perusahaan yang aku bela-belain tetap disitu malah
aku cuma sementara wkwkwk tapi Allah langsung ganti dengan perusahaan yang
membuatku bisa lulus kuliah dengan tepat waktu, dengan teman-teman yang baik.
Hidup adalah penerimaan, menerima
apapun yang terjadi dalam kehidupan, dan berupaya memperbaiki agar lebih baik.
Allah juga menerimamu sebagai hamba-Nya, menerima ibadahmu yang begitu-begitu saja,
yang masih memikirkan dunia disaat shalat yang jauh dari kata khusyu’, Allah
menerima segala taubat, maka kembalilah agar tidak capek saat “pulang”.
Ya, begitu teman-teman cerita dariku.
Semoga bermanfaat, wassalamu’alaikum 😊