Senin, 13 Februari 2017

Yuk Jadi Baik!



“Kalau kamu mau jadi orang baik, baik sekalian. Kalau kamu mau jadi orang jahat, jahat sekalian. Jangan tanggung – tanggung.” Someone

Assalamu’alaikum sahabat ^^

Gimana, setuju nggak sama kalimat diatas?

Banyak orang – orang di sekitar saya yang suka bilang kalimat itu kepada saya, mulai dari guru sampai kepada teman – teman. Entah kenapa saya terinspirasi dengan kalimat itu. Totalitas!. Ternyata dalam memilih sikap dan perilaku juga harus totalitas, tidak hanya pekerjaan dan tugas yang harus totalitas.

Saya menyebut kalimat diatas adalah perumpamaan. Perumpamaan untuk menentukan apa yang akan kita pilih. 

Jadi orang baik itu enak gak sih Vel?
Jawabannya ada enaknya, ada nggaknya. Ini kalau dilihat dari segi dunia.

Kalau jadi orang jahat enak gak Vel?
Jawabannya saya gak tahu karena saya gak minat jadi orang jahat hehe. Jawabannya mungkin ya ada enaknya, dan ada nggaknya juga. Ini juga kalau dilihat dari segi dunia.

Kalau dari segi akhirat gimana Vel?
Jawabannya ya sudah pasti jadi orang baik itu enak, dan jadi orang jahat itu tidak enak. Ini sudah mutlak.

Kembali ke pembahasan topik enak atau nggak jadi orang baik.

Jadi orang baik itu enaknya, kita bisa punya banyak teman, banyak yang menyukai pribadi kita, kita dapat menjadi teladan untuk orang lain, kita bisa dipercayai seseorang, kita dapat pahala dan sebagainya.

Gak enaknya? Salah satunya adalah akan ada orang – orang yang memanfaatkan kebaikan kita.

Lho kok gitu Vel?
Pernah ada orang yang bilang ke saya kalau “orang baik sama orang bodoh itu beda tipis.” Kenapa bisa ada kalimat seperti ini? Karena orang yang baik itu erat kaitannya dengan budi pekerti yang luhur. Ada orang yang kesusahan, dia bantuin. Ada orang yang minta tolong, dia tolongin. Ada perasaan gak enak jika menolak sesuatu, apalagi permintaan dari orang – orang di sekitarnya. *Hayo siapa yang kayak gini?”. Jadi maksud “bodoh” disini itu bukan berarti bodoh. Tapi “bodoh” karena selalu “meng-iya-kan” permintaan seseorang, karena perasaan gak enak yang mereka miliki. Sejatinya semua orang pernah mengalami hal ini,

Lalu, enak atau nggak jadi orang jahat?
Enaknya? Hmmm, ya bisa memperkaya diri, bisa melakukan apapun sesuka hati tanpa memikirkan perasaan orang lain, seolah dunia ini punya dia.

Gak enaknya? Ya tentu saja tidak banyak orang yang suka dengan perilakunya, dijauhi orang, tidak akan dipercayai orang lain.

Contoh sikap jahat.

Disini saya akan mencontohkan orang jahat yaitu orang yang korupsi. Entah kenapa saya tidak bosan – bosannya membahas korupsi. Greget . Satu kata untuk orang yang suka korupsi.

Pernah dengar ada kasus seorang tua renta mencuri piring atau mencuri hal kecil lainnya dihukum bertahun – tahun akan tindakan tercelanya? Sementara ada beberapa orang yang mencuri lebih dari 1 milyar tapi tidak dihukum?
 
Miris ya? 

Well, mungkin ya, mungkin lho ini. Mungkin saya adalah orang terjahat di dunia ini, jika saya melakukan korupsi. Karena apa? Karena saya tidak bakal korupsi uang 1 milyar, 1 triliun. Bagi saya, uang dengan nominal tersebut, masih kecil Bro, Sis, Gan, Mbak, Mas, Bu, Pak. Walaupun saya belum pernah memegang uang sebanyak itu, tapi bagi saya itu “receh” kalau mendapatkannya dengan cara korupsi.

Kalau saya korupsi, saya bakal korupsiin semua uang di dunia ini. Kenapa? Karena TOTALITAS. 

Namun, korupsi semua uang di dunia ini itu bukan perkara yang mudah. Saya tidak tahu caranya. Jadi jangan tanya saya soal perkara korup mengkorup hehe.

Sebenarnya kalau saya mau, atau kalau para pembaca mau, kita bisa aja jadi raja atau ratu jahat? Tapi kenapa ada sebagian orang yang memilih untuk tetap jadi orang baik?

Jawabannya simple

Karena jadi orang baik itu hidupnya tentram, aman, damai. Jadi orang baik itu menyenangkan.

Terus gimana sama orang yang suka memanfaatkan kebaikan?

Well, saya pernah baca quotes dari Bang Tere Liye, intinya tidak apa – apa jika seseorang memanfaatkan kebaikan kita. Hanya datang disaat dia butuh dan lain – lain. Sebenarnya yang bermasalah itu mereka bukan kebaikan kita. Jadi tetaplah  berbuat baik.

“Kalau ada yang berbuat jahat sama kita, ingat saja kebaikan yang pernah dia lakukan kepada kita.” Ini kata salah satu teman saya.

Bukankah apa yang kita lakukan itu, sejatinya untuk diri kita sendiri?

Allah berfirman dalam surah Al -- Isra ayat 07.







Ingat kata – kata saya ini ya

“Kita jadi orang baik saja, belum tentu orang lain akan baik juga kepada kita. Apalagi jika kita memilih untuk jadi orang jahat?.”

Well, orang tua adalah salah satu alasan terkuat kenapa sih kita harus jadi orang baik.
Hidup itu sementara, kalau mau hidup selamanya, ya jadilah orang baik. Karena kebaikan itu akan kekal.

Yuk Jadi Baik! ^^

Selasa, 10 Januari 2017

Hidup Bagaimana Nanti, atau, Nanti Bagaimana?


Assalamu’alaikum sahabat!

Sebelum saya memulai tulisan saya, coba jawab dulu pertanyaan di judul tulisan saya kali ini hehe. Hidup bagaimana nanti, atau, nanti bagaimana?.Bagaimana nanti dan nanti bagaimana tersusun dari dua kata yang sama, namun memiliki arti yang berbeda. Sudah dapat jawabannya? Yuk kita simak pembahasannya :)

Pertanyaan :Hidup bagaimana nanti maksudnya apa ya Vel?

Jawaban  :Hidup bagaimana nanti itu maksudnya, keadaan dimana seseorang menjalani hidupnya dengan pasrah. Seseorang yang menerima apa saja yang terjadi dihidupnya. Contohnya begini, “eh kamu cita – citanya apa?” nah terus jawabnya gini “ya lihat nanti ajalah.” Gitu. 

Pertanyaan :Lalu, apa bedanya sama nanti bagaimana Vel?
Jawaban   :Nah! Nanti bagaimana ini kebalikannya dari bagaimana nanti  *yaiyalah hehe*. Contohnya begini, “eh kamu cita – citanya apa?” terus jawabnya gini “cita – cita aku mau jadi pengusaha yang omsetnya triliunan biar bisa berangkatin haji karyawan – karyawan aku, pengusaha yang bisa sedekah triliunan juga ke panti asuhan,yatim piatu dan lain sebagainya.”

Have you?.

So, ya, I will explain again for you all.

Actually itu sebenarnya,……. wkwk. Oke kembali serius ya.

Saya dapat pertanyaan ini dari guru Bimbingan Konseling saya sewaktu saya SMA. Jadi orientasi hidup untuk kedua pandangan diatas sangat berbeda. Kenapa sih kita harus memikirkan hidup yang “nanti bagaimana”. Kenapa hayo?. Penting sekali untuk memikirkan hidup yang nanti akan bagaimana?

Keuntungan dari memikirkan hidup yang nanti bagaimana adalah, kita terus berupaya untuk mencapai apa yang kita inginkan di masa depan. Kita terus berusaha untuk mendapatkan apa yang belum kita raih. Karena apa? Karena salah satu alasannya adalah dengan pandangan “nanti bagaimana”. Ketika kita mulai malas, munculah kata – kata “nanti bagaimana” dalam diri kita. 

“Kalau saya malas, nanti bagaimana nasib saya ya? Kalau saya malas, nanti bagaimana kehidupan saya kelak? Kalau saya malas bekerja, nanti bagaimana cara saya beli buku pelajaran untuk anak – anak saya?” Salah satu contoh ilustrasi.

Bukankah Allah tidak akan mengubah nasib hamba-Nya, jika hamba tersebut tidak mengubahnya sendiri?

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” Q.S. Ar – Ra’d [13] : 11



Konteks “nanti bagaimana” ruang lingkupnya luas sekali. Dalam norma agama? Jelas ada!
Ketika kita malas shalat, coba saja tanya “nanti bagaimana” ke dalam hati.

“Kalau saya malas shalat, nanti bagaimana ya?”

“Kalau saya malas mengaji, nanti bagaimana ya?”

Dalam norma hukum? Jelas ada!

“Kalau saya korupsi, nanti bagaimana ya kalau saya tertangkap?”

Dalam norma kesusilaan? Jelas ada!

“Kalau saya nakal, nanti bagaimana perasaan orang tua saya ya?”

Pertanyaan “nanti bagaimana” ini membuat kita tersadar untuk merencanakan tujuan hidup kita selanjutnya. Kita merencanakan, Allah juga merencanakan. Apapun yang terjadi terhadap rencana kita, bersyukurlah, setidaknya kita sudah berencana, dan Allah tahu bahwa kita sudah berusaha.

Kalau hidup berdasarkan bagaimana nanti, ya kamu akan menjalani hidup itu mengalir saja. Ibarat perahu, dibawa ombak ke kanan ya ke kanan. Dibawa ombak ke kiri ya ke kiri, Bukankah terkadang kita harus berjuang melawan ombak demi sampai ke tempat tujuan?
So, you can choose which one of “Bagaimana nanti” or “Nanti Bagaimana.”