Senin, 17 Oktober 2016

Believe to Achieve



Semua orang pasti memiliki impian, memiliki harapan akan datangnya sebuah masa yang menentramkan. Namun, tidak semua orang benar – benar hidup dalam impiannya. Banyak orang yang bermimpi tapi tidak menyesuaikan dengan kesungguhannya. Contohnya, waktu saya ke seminar, sang pembicara mengatakan “Siapa yang mau buku ini?” Semua orang bersorak “Saya!!!!!. Sering terjadi hal demikian, hanya berkata tidak bertindak. Alhasil yang mendapatkan buku itu adalah orang yang benar – benar mau melangkah maju mengambil buku itu. Semua orang tercengang, melihat keberanian orang tersebut untuk maju. Ya, itu hanya sepenggal kisah yang sering terjadi mengenai impian. Kita tahu kalau hidup ini itu perlombaan. Impian pun demikian, sebuah perlombaan. Kita harus berlomba, memerangi rasa malas dan takut gagal yang sering membuat diri menjadi seorang pengecut.

Hal yang terpenting ketika kita bermimpi itu sebenarnya niatnya. Kalau niat sudah mantap, pasti bakal sungguh – sungguh. Kebanyakan pemimpi itu hanya sekedar N-I-A-T. Tapi ada juga niat impian yang gak bagus, misalnya mau nunjukin atau menyombongkan diri kita. Kesombongan itu akan merusak niat yang mulia. Jadi, hal pertama yang harus dilakukan adalah niat yang sungguh – sungguh. Sebaiknya niat itu untuk kebaikan misalnya kita harus menggapai impian untuk membahagiakan orang tua.

Hal selanjutnya yaitu bertindak. Perhatikan kata – kata ini dengan seksama “Semua orang merancang masa depannya, tetapi hanya beberapa orang yang benar – benar menggapai impiannya.” Kita semua bisa dikatakan seorang penjahit. Kenapa? Karena seorang penjahit sejatinya merancang bahan pakaian yang ada. Bahan pakaian itu ibarat kesempatan dan kemampuan. sedangkan kegagalan itu ibarat kain perca, alias kain yang bekas sisa – sisa jahitan. Anggaplah kain perca itu sebuah kegagalan. Nah, beberapa penjahit pasti akan melakukan hal untuk mengatasi kain perca itu, ada yang menjahitnya untuk menjadi kain lap, ada yang buat isi boneka, ada yang langsung membuangnya, bahkan ada yang membiarkannya menumpuk. Intinya kegagalan itu bisa jadi keberhasilan, kalau kita menyadari dan membuat sebuah pembaharuan diri buat mencapai sukses.

Selanjutnya yaitu yakin. Tidak usah terlalu memikirkan apa kata orang. Terkadang jika seseorang memiliki impian yang besar, pasti ada saja yang berkata “Yah orang kayak lu mana mungkin bisa!” Nah orang yang seperti itu tidak usah dihiraukan. Kita cukup fokus terhadap impian kita. Jangan mudah pesimis, harus optimis.Dan satu perumpamaan lagi, ada 3 orang yang sedang lapar, orang pertama update di sosialmedia kalau dia lagi lapar, orang kedua menunda – nunda makan dengan mendengarkan music, dan orang ketiga langsung makan. Jadi, yang benar – benar mengatasi “impian”nya adalah orang ketiga, karena dia langsnng makan. Nah, impian juga gitu, simple. Kalau mau ya harus berjuang, kalau mau cepat ya harus gerak cepat juga.

Terakhir adalah percaya. Sebagai umat yang beragama, tentunya kita memiliki ketergantungan terhadap Sang Maha Pencipta. Kita harus berdoa agar impian kita tercapai. Ada yang bilang usaha tanpa doa itu sombong, dan doa tanpa usaha itu nihil. Jadi untuk mencapai impian itu harus seimbang antara usaha dan doa. Jangan bermimpi terlalu lama, karena masih ada fajar yang menyambutmu esok dan seterusnya. Hei, tapi jangan terlalu percaya diri akan menemui fajarmu besok, karena mungkin, kamu akan tenggelam dalam mimpi untuk selamanya detik ini juga.

Artikel ini saya tulis untuk memotivasi saya pada khususnya dan semoga bermanfaat para pembaca.

Tetap semangat untuk para pejuang mimpi.
Man Jadda Wa Jadaa (Siapa yang bersungguh – sungguh pasti dapat)


NB : Ini tulisan lama saya sewaktu saya masih SMA :)

Kamis, 29 September 2016

Apa itu Sehat?



Menurut World Health Organization, sehat berarti sehat badan, jiwa, dan kehidupannya.


1. Orang sehat tinggal di penjara maka tidak dapat disebut sehat karena jiwanya sakit, moralnya sakit.
2. Orang yang tinggal di kolong jembatan sosialnya sakit.

Pernyataan diatas adalah kutipan dari buku perpustakaan yang pernah saya baca pada tahun 2015 silam, saya lupa nama penulisnya dan halamannya karena hanya itu saja yang saya tulis di buku catatan saya. (Terima kasih atas pencerahannya penulis buku berjudul “Kesehatan Masyarakat”)

Nah, dari kutipan diatas, menarik untuk dibahas. Kenapa menarik? Ternyata definisi sehat menurut WHO berkaitan dengan aspek moral, sosial, dan ekonomi tentunya. 

Yang pertama “Orang yang di penjara tidak bisa dikatakan sehat karena moralnya sakit.” Ini berkaitan dengan aspek moral serta adab perilaku dalam kehidupan sehari – hari. Penting sekali memahami keterkaitan ini. 

Biasanya orang yang di penjara itu karena melakukan kejahatan bukan? Nah, definisi sehat dari WHO, bisa mengingatkan kita agar tetap menjadi manusia yang baik, manusia yang memahami makna sehat yang sebenarnya. Manusia yang senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela.

Yang kedua “Orang yang tinggal di kolong jembatan, sosialnya sakit.” Dari sini kita bisa telaah dari aspek kesehatan, sosial, dan ekonomi. Orang – orang yang tinggal di kolong jembatan belum memiliki kemampuan dana yang memadai untuk tinggal di rumah baik secara sewa, kontrak atau kepemilikan sendiri. Hal ini tentu saja disebabkan oleh permasalahan ekonomi yang mereka alami. Apa yang terjadi jika mereka tinggal di kolong jembatan? Tentunya mereka memiliki standar kesehatan yang tidak baik, dan keadaan sosial yang tidak baik.

Saya pernah melewati sebuah kolong jembatan, disana cukup banyak orang – orang yang tinggal. Ada anak – anak bermain, orang dewasa dan sebagainya. Saya juga melihat pemandangan yang ironis. Melihat cucian pakaian mereka yang dijemur diberbagai tempat. Saya bergumam dalam hati “Orang – orang yang tinggal di kolong jembatan kalau mandi kemana ya? Kalau tidur bagaimana? Kalau belajar bagaimana? Kalau masak dimana?” Dan banyak pertanyaan – pertanyaan lainnya.

Dengan kehidupan yang demikian, tentunya mereka tidak bisa dikatakan sehat.

Definisi sehat menurut WHO, sangat membuka pikiran saya. Dulu, saya pikir kesehatan hanya terkait dengan tubuh saja. Namun, definisi sehat ternyata bukan hanya itu.
Beruntunglah bagi kita yang benar – benar sehat, baik secara jasmani, rohani, moral. ekonomi dan sebagainya.

Penting sekali untuk bekerjasama antar pihak untuk mewujudkan masyarakat yang sehat.

Yuk saling mengingatkan untuk menjaga kesehatan dan mewujudkan arti sehat yang sesungguhnya :)

Semangat Sehat! Sehat Penuh Semangat! 
Slogan Kesehatan dari Novelia Dwi Lestari, di pelajaran Bahasa Indonesia dua tahun silam :) 

 

Sabtu, 24 September 2016

Kita Ini Siapa?



Assalamu’alaikum!

Hamba Allah. Kita ini hamba Allah ya? Iya. Allah yang menciptakan kita ya? Iya. Ada cerita menarik dibalik pertanyaan saya. Ini soal nazar. Saya belum tau banyak ya soal nazar, jadi maaf apabila ada kesalahan dalam kepenulisan ^^. Jadi, waktu saya masih SMA kayaknya, saya pernah ikut kajian Ustadz Felix Siaw. Beliau memberikan perenungan soal nazar. Banyak diantara kita yang kalau nazar tuh kesannya “mengancam” Allah. Contohnya?. Contohnya begini “Ya Allah, kalau saya punya pesawat jet pas bulan depan, saya bakal shalat lima waktu.” Aneh gak sih dibacanya? Aneh kan?. Kita yang minta sama Allah, tapi kita  yang “galak”. Saya jadi ingat nazar konyol saya waktu duluuuu sekali. Saya nazar kurang lebih gini “Ya Allah kalau saya dapat nilai bagus, saya bakal baca Al – Qur’an 2 lembar.” Lucu kan ya?. Kajian dari Ustadz Felix Siaw membuka pikiran saya soal nazar. Saya seperti di “sentil” soal definisi nazar yang selama ini saya pahami. Saya teringat soal nazar saya yang konyol itu. Bayangin aja, kalau dapat nilai bagus, saya baru baca Al – Qur’an, 2 lembar pula, Vel, Vel -______- Astaghfirullah :’) terus kalau nilai saya nggak bagus, saya gak jadi baca Al – Qur’an gitu? Udah 2 lembar doang, kagak jadi lagi kalau misalnya nilai gak bagus. Padahal di luar sana ada orang – orang yang baca Al – Qur’an lebih dari 2 lembar, bahkan berjuz-juz dan gak minta yang aneh – aneh kayak saya :”).

Contoh diatas lagi. Kalau punya pesawat jet, baru shalat lima waktu?. Halloooooo, emangnya kalau kita gak shalat, Allah rugi? Ya tentu jawabannya enggak. Justru kita yang rugi, masak gara – gara keinginan gak tercapai kita jadi gak mau shalat dan melakukan hal yang mendatangkan pahala? Sayang banget kan?. Nah ini menarik untuk dibahas. Misalnya, kita sekolah nih, peraturan sekolah bilang kalau kita telat, kita dihukum. Terus kalau kita telat, siapa yang rugi? Tentu kita yang rugi, karena kita harus dihukum. Terus misalnya kita bilang gini “Saya gak bakal telat kalau saya jadi juara kelas.” Aneh gak? Aneh. Karena, mau kita telat kek enggak kek, itu tidak akan merugikan pihak Sekolah, karena sekolah telah membuat peraturan yang harus ditaati. Ya, begitulah kira – kira.

Lalu, bagaimana cara bernazar yang benar?. Caranya, sebelum kita menuntut sesuatu, kita harus melaksanakan kewajiban. Kita shalat, ngaji, dan lain – lain, tapi niatnya untuk Allah. Baru deh berserah diri. Kalau keinginan kita tercapai ya Alhamdulillah, kalau nggak ya Alhamdulillah juga karena dapat pembelajaran dan hikmah. Kalau kata Ustadz Yusuf Mansur, semuanya mesti dibawa sujud. Mau ini, itu, minta ke Allah dengan cara “sujud”. Kita ini hanya seorang hamba. Kita yang butuh Allah, bukan Allah yang butuh kita. Semoga kita bisa jadi hamba Allah yang berusaha selalu taat. Aamiin.

NB ; Terima kasih Ustadz Felix Siaw atas ceramahnya yang sudah menyadarkan saya. Terima kasih juga buat Ustadz Yusuf Mansur atas pembelajarannya.